

Bahaya Tersembunyi Sampah Elektronik Semakin Meningkat, Ini 6 Solusi Praktis Mengelolanya!

Di tengah kemajuan teknologi dan gaya hidup yang semakin modern, setiap ruang aktivitas manusia kini memiliki peran yang jauh lebih besar dari sekadar tempat bekerja atau beristirahat. Di dalam setiap ruang tersebut, terkumpul begitu banyak perangkat elektronik yang memudahkan hidup sehari-hari, mulai dari ponsel, AC, hingga perangkat dapur atau perkantoran.
Meski begitu, dibalik kemudahan yang ditawarkan oleh perangkat elektronik, muncul persoalan baru yang tak kalah penting, yaitu meningkatnya jumlah limbah elektronik (e-waste) seiring dengan pertumbuhan penggunaannya.
Dikutip dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasiona, Laporan tahunan Global E-Waste Monitor 2020 yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat bahwa jumlah sampah elektronik pada tahun 2019 mencapai 53 juta ton. Namun, hanya 17,4% limbah elektronik dunia yang berhasil dikumpulkan, diproses, dan didaur ulang secara tepat.
Di Indonesia, 2 juta ton sampah elektronik dihasilkan pada tahun 2021. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan bagian dari tren global yang mengkhawatirkan dalam hal pengelolaan sampah elektronik.
Barang Bekas Elektronik Bawa Ancaman Bagi Kehidupan
E-waste tidak hanya jadi bukti betapa cepatnya kita berganti teknologi, tapi juga membawa dampak buruk bagi tubuh manusia dan lingkungan sekitar.
1. Kerusakan Pada Organ Manusia
E-waste mengandung berbagai komponen beracun yang membahayakan kesehatan manusia, seperti merkuri, timbal, barium, dan litium. Paparan zat-zat berbahaya pada limbah elektronik dapat menimbulkan dampak serius, seperti kerusakan pada otak, jantung, hati, ginjal, dan sistem rangka. Selain itu, sistem saraf dan reproduksi juga dapat terdampak, yang berpotensi menyebabkan berbagai penyakit hingga kelainan sejak lahir.
2. Jejak Beracun di Lingkungan
Pembuangan e-waste secara tidak tepat, seperti dibakar, dapat melepaskan partikel beracun yang mencemari udara, tanah, dan air. Logam berat serta zat berbahaya di dalamnya dapat merusak mikroorganisme, menurunkan kesuburan tanah, diserap tanaman, hingga mencemari air tanah dan ekosistem perairan.

“Limbah elektronik merupakan tantangan lingkungan yang terus berkembang seiring pesatnya kemajuan teknologi. Jika tidak ditangani dengan bijak, e-waste dapat membahayakan kehidupan kita. Sebagai bagian dari ekosistem yang peduli terhadap keberlanjutan, kami mengajak seluruh masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan mengambil peran aktif dalam pengelolaan limbah elektronik yang bertanggung jawab. Melalui langkah sederhana, seperti memilah dan menyerahkan e-waste kepada pihak yang memiliki sistem pengelolaan yang tepat, kita turut menjaga bumi tetap lestari demi masa depan,” ajak Warit Jintanawan, Country Director SCG Indonesia.
6 Tips Mengelola dan Memanfaatkan Barang Elektronik Bekas
Banyak perangkat elektronik yang dibuang begitu saja setelah tak terpakai, padahal masih memiliki nilai guna atau dapat didaur ulang. Untuk itu, penting bagi setiap individu untuk mulai mengambil langkah sederhana dalam mengurangi dan memanfaatkan limbah elektronik secara bijak. Berikut ini enam tips praktis yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
1. Rethink sebelum membeli
Pilih elektronik yang tahan lama, mudah diperbaiki, dan bergaransi. Dengan begitu, perangkat tersebut tidak perlu sering diganti ataupun dibuang.
2. Reuse untuk fungsi lain
Elektronik lama masih bisa dipakai untuk hal berbeda, misalnya HP jadi remote untuk smart home, atau laptop lama yang bisa digunakan kembali untuk mengetik dan browsing ringan.
3. Refurbish agar bermanfaat kembali
Servis atau ganti komponen (seperti baterai atau RAM) supaya perangkat bisa dipakai lebih lama.
4. Cek kembali sebelum disimpan
Daripada elektronik lama di rumah dibiarkan menumpuk, pastikan perangkat tersebut masih bisa digunakan, dijual kembali, atau lebih baik dikelola melalui jalur yang tepat.
5. Setor dan kelola bersama Institusi Pengelola Sampah
Kalau ada barang elektronik bekas yang sudah rusak dan tidak digunakan, bisa langsung disetor kepada berbagai badan yang mampu mengelolanya. Alhasil, bahan berbahaya tidak mencemari lingkungan dan material yang masih bisa bermanfaat akan diproses kembali.
6. Mengikuti Program Tukar Tambah (Trade-In)
Tukar tambah atau menjual perangkat elektronik yang sudah tidak digunakan. Banyak toko besar kini menyediakan program tukar tambah yang menawarkan potongan harga atau voucher toko untuk pembelian produk baru.
“Pengelolaan elektronik bekas tidak sekadar membuang perangkat yang sudah tidak terpakai, namun bagaimana membangun sistem sirkular yang memungkinkan elektronik bekas tersebut dapat didayagunakan kembali sehingga tidak perlu ditimbun atau bahkan sampai mencemari lingkungan,” ujar Yohannes David Arieanto, Category Lead Electronic & Waste Management Rekosistem.