

Lebih dari 30% Gen Alpha Bercita-cita jadi Influencer, Ini Panduan Agar Mereka Aman di Dunia Digital

Lebih dari 30% anak-anak Gen Alpha (kelahiran 2010-2025) bercita-cita menjadi kreator media sosial, dengan studi menunjukkan bahwa sekitar 32% anak usia 12–15 tahun sudah menyebut "YouTuber" sebagai pekerjaan impian mereka.
Bagi banyak anak, kreator digital adalah panutan dan keinginan mereka untuk bersinar di dunia maya muncul bahkan sebelum masa remaja. Dalam situasi seperti ini, keterlibatan orangtua tidak hanya membantu, tetapi juga vital.
Ketika orangtua mengambil peran aktif, dengan mempelajari cara kerja platform, menyiapkan fitur privasi dan keamanan bersama, serta melakukan percakapan terbuka tentang batasan, perjalanan digital bersama, ini mengubah potensi risiko menjadi momen yang dapat diajarkan dan memberdayakan anak untuk mengeksplorasi kreativitas mereka dengan percaya diri.
Ingin Tahu, Bukan Kritis
Jika seorang anak berkata, "Aku ingin jadi YouTuber," hal itu mungkin memicu kekhawatiran orangtua. Namun, langkah pertama yang paling aman bukanlah menghentikannya — melainkan membuka dialog.
Tanyakan kepada anak, mengapa mereka ingin menjadi konten kreator dan apa yang ingin mereka posting, dan pelajari lebih lanjut tentang minat internet terbaru anak-anak. Lakukan pendekatan dengan dua hal penting: pertama, tunjukkan bahwa kita menganggap serius minat mereka, sehingga dapat membangun kepercayaan. Kedua, ini sebagai kesempatan untuk memperkenalkan topik-topik keamanan secara alami, seperti pengaturan privasi serta batasan konten.
Untuk membuat percakapan tersebut lebih mudah dan menarik, mulailah dengan sumber daya yang sesuai usia. Bantu anak-anak mempelajari dasar-dasar digital dengan cara yang menyenangkan dan sederhana. Perkenalkan konsep-konsep kunci keamanan siber melalui bahasa yang mudah dipahami dan ilustrasi, sehingga memudahkan anak-anak untuk memahami cara mengenali penipuan, melindungi data mereka, dan tetap aman saat mengeksplorasi kreativitas mereka secara online.
Membuat akun bersama
Daripada menyerahkan ponsel dan membiarkan anak mencari tahu sendiri, luangkan waktu untuk membuat akun bersama. Baik itu YouTube, TikTok, Instagram, atau platform lainnya, duduklah dan ikuti langkah-langkahnya secara berdampingan. Bantu anak untuk:
- Pilih pengaturan privasi yang sesuai (misalnya, siapa yang dapat melihat postingan, berkomentar, atau mengirim pesan)
- Nonaktifkan penandaan lokasi secara default
- Gunakan kata sandi yang kuat dan unik
- Dan aktifkan autentikasi dua faktor (2FA) untuk perlindungan ekstra
Hal ini tidak hanya mengurangi risiko peretasan atau paparan, tetapi juga mengajarkan anak pada kebiasaan kebersihan digital yang baik sejak dini.
Ajari mereka apa yang tidak boleh dibagikan
Ketika anak-anak bersemangat mengunggah konten daring, mereka sering kali ingin membagikan segalanya: di mana mereka berada, apa yang mereka lakukan, dengan siapa mereka.
Namun, bagian dari tumbuh besar daring adalah belajar bahwa tidak semua informasi pantas untuk dilihat publik. Bantu anak memahami perbedaan antara membuat dan mengonsumsi konten yang menyenangkan versus terpapar materi atau aktivitas yang berpotensi berbahaya atau merusak. Artinya, jangan bagikan alamat rumah, nama sekolah atau seragam, jadwal harian, rencana liburan, atau tempat yang rutin mereka kunjungi. Detail ini secara tidak sengaja dapat mempermudah pelacakan, terutama jika dipadukan dengan foto, tag lokasi, atau stempel waktu.
Cari alias mereka di Google secara rutin
Setelah anak mulai mengunggah postingan dengan nama layar, penting untuk selalu memperhatikan seberapa terlihat dan mudahnya mereka dicari di internet. Cara mudahnya adalah dengan mencari alias mereka di Google secara rutin. Cari nama pengguna, atau inspirasi media sosial mereka, dan lihat apa yang muncul. Apakah ada foto pribadi, tag lokasi, atau komentar yang mengungkapkan lebih dari yang seharusnya? Apakah ada yang menyalin konten mereka atau mencoba meniru mereka?
Peringatkan tentang penipuan kerjasama atau penawaran yang mencurigakan
Saat calon influencer muda mulai mendapatkan visibilitas, mereka mungkin mulai menerima pesan dari merek atau akun yang menawarkan produk gratis, sponsor, atau peluang kolaborasi. Bagi seorang anak, ini mungkin terasa seperti mimpi yang menjadi kenyataan, tetapi dalam banyak kasus, ini adalah penipuan.
Ajari anak untuk memperlakukan setiap tawaran tak terduga dengan hati-hati. "Kolaborasi" palsu sering kali datang melalui DM atau email dan mungkin berisi tautan yang mengarah ke situs phishing yang dirancang untuk mencuri kredensial masuk, data pribadi, atau bahkan informasi bank. Beberapa penipu juga meminta "biaya pengiriman" di muka untuk hadiah palsu atau mencoba mengelabui anak-anak agar memasang aplikasi berbahaya.
Bantu mereka mengenali tanda-tanda bahaya, seperti: tata bahasa yang buruk atau nada mendesak ("bertindak sekarang!"), permintaan informasi pribadi atau kata sandi, tautan atau situs web mencurigakan, akun yang tidak terverifikasi dan berpura-pura entitas/brand asli.
Untuk anak-anak yang lebih kecil, sebaiknya semua interaksi terkait bisnis — termasuk membaca DM, mengevaluasi penawaran merek, dan menanggapi permintaan kolaborasi — ditangani oleh orangtua. Diskusikan bersama jenis brand apa yang cocok untuk diajak bekerja sama, dan jelaskan mengapa beberapa penawaran mungkin tidak seaman kelihatannya.
Berdiskusi tentang orang asing daring
Saat anak membangun audiens, mereka mungkin menarik tidak hanya penggemar, tetapi juga orang-orang dengan perilaku yang tidak pantas atau manipulatif. Sayangnya, grooming daring merupakan ancaman nyata, terutama bagi kreator muda, terbuka, dan mudah berbagi detail tentang kehidupan mereka.
Jelaskan bahwa tidak semua orang yang terlihat baik di dunia maya memiliki niat baik. Penipu sering bertindak seperti "teman yang suportif" — memuji konten, menawarkan bantuan, atau berpura-pura memiliki minat yang sama. Seiring waktu, mereka mungkin meminta detail pribadi, foto pribadi, atau mencoba mengalihkan percakapan ke platform yang kurang aman (seperti obrolan pribadi, panggilan video, atau aplikasi pesan terenkripsi).
Ajari anak tanda-tanda peringatan seperti:
- Orang asing yang sering mengirim pesan (terutama jika terlalu pribadi) kepada mereka
- Seseorang yang bersikeras merahasiakan identitasnya ("jangan beri tahu orang tuamu")
- Tekanan untuk membagikan informasi atau gambar/foto pribadi
- Manipulasi emosional — rasa bersalah, sanjungan, atau ancaman
Yang terpenting, pastikan mereka tahu, mereka dapat datang kepada orangtua tanpa rasa takut akan hukuman.
"Ketika seorang anak ingin menjadi influencer, itu adalah cara mereka mengekspresikan identitas dan kreativitas. Sebagai orang dewasa, peran kita adalah mendukung ambisi tersebut sekaligus memastikan mereka memahami risiko digital yang menyertai visibilitas. Dengan dukungan yang tepat dan diskusi terbuka, kita dapat membantu para kreator muda membangun suara tanpa mengorbankan keselamatan mereka," ujar Anna Larkina, Pakar Privasi di Kaspersky.