ads

Peringati Hari Kebaya Nasional, Perempuan Indonesia Suarakan Kebaya sebagai Identitas Budaya melalui “Kita Berkebaya”

Efa Trapulina - Selasa, 22 Juli 2025
(ki-ka) Hagai Pakan, Konseptor dan Penata Busana #KitaBerkebaya; Andien (aktris); Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation; Maudy Ayunda (aktris);  Titi Radjo Padmaja (aktris)
(ki-ka) Hagai Pakan, Konseptor dan Penata Busana #KitaBerkebaya; Andien (aktris); Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation; Maudy Ayunda (aktris); Titi Radjo Padmaja (aktris)
A A A

Sebagai Ibu, kita sering mencari cara mengenalkan nilai-nilai Indonesia kepada anak. Kebaya, bisa menjadi salah satunya lho, Moms. Kebaya bukan hanya tentang keindahan luar, tapi juga tentang cerita dan kekuatan perempuan yang bisa kita wariskan pada anak-anak. Dalam rangka menyambut Hari Kebaya Nasional yang diperingati setiap 24 Juli, Bakti Budaya Djarum Foundation kembali menyuarakan gerakan pelestarian kebaya melalui sebuah film pendek #KitaBerkebaya. Film pendek ini sebagai sebuah pengingat bahwa kebaya bukan sekadar busana tradisional atau simbol nostalgia, tetapi juga wujud sikap, perlawanan, dan kebanggaan perempuan Indonesia. Karya sinematografi ini dapat disaksikan melalui YouTube Indonesia Kaya mulai tanggal 24 Juli 2025.

“Dalam perayaan Hari Kebaya Nasional ini kita tidak hanya membicarakan tentang sehelai kain indah, tapi juga membicarakan identitas, sejarah, dan peran perempuan dalam perjalanan bangsa ini. Kebaya bukan sekadar pakaian, namun merupakan cerita hidup yang dikenakan. Melalui #KitaBerkebaya, kami ingin kembali mengingatkan bahwa kebaya merupakan identitas bangsa yang mempersatukan segala kelas sosial dan lintas batas wilayah yang tersebar di seluruh Nusantara dengan berbagai variasi,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation pada konferensi pers hari ini, Selasa (22/7) di auditorium Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia. 

Ia menekankan bahwa kebaya memancarkan keanggunan, namun juga mencerminkan ketangguhan dan kelembutan perempuan Indonesia. “Kami ingin kebaya dapat kembali hadir dalam aktivitas sehari-hari, bukan hanya sebagai simbol budaya, tetapi juga sebagai kekuatan ekonomi yang memberdayakan, baik dari penjual kain, penjahit, pembatik, perancang busana, hingga pelaku industri kreatif lainnya di seluruh Indonesia,” ujar Renita.

Film pendek Kita Berkebaya menyampaikan beragam ekspresi tentang kebaya, bukan hanya sebagai simbol masa lalu semata, melainkan sebagai entitas yang hidup dan terus berkembang seiring waktu. Melalui sudut pandang perempuan, karya ini menelusuri dinamika kebaya sebagai bagian dari perjalanan dan transformasi perempuan Indonesia. Lebih dari sekadar busana, kebaya ditampilkan sebagai identitas budaya yang relevan, bahkan di era modern, dengan potensi besar untuk dikenakan dalam berbagai aktivitas, baik dalam konteks keseharian maupun dalam forum berskala nasional hingga internasional.

“Melalui film ini, kami ingin menggambarkan kebaya sebagai sesuatu yang hidup, bukan beku. Sesuatu yang bisa marah, bisa lembut, bisa keras kepala, bisa penuh kasih, seperti perempuan itu sendiri. Film ini menjadi ruang di mana perempuan dapat menyuarakan sikapnya, bukan lewat teriakan, melainkan melalui benang dan kain yang dikenakan dengan penuh keyakinan. Kami ingin orang melihat bahwa kebaya juga merupakan saksi perjalanan hidup perempuan yang mengiringi dari masa ke masa, mencerminkan kebijaksanaan dan keindahan yang tumbuh bersama waktu, terus berevolusi namun tetap setia pada jati dirinya. Kebaya adalah cerminan perjalanan, sekaligus pernyataan sikap,” ujar Bramsky selaku Sutradara.

Tak kurang dari 250 perempuan terlibat dalam produksi film ini. Mereka berasal dari berbagai komunitas seperti Kebaya Menari, Abang None Jakarta, Putra Putri Batik, Lestari Ayu Bulan dari Bali, hingga para peserta program Intensif Musikal Budaya dari berbagai daerah. Film ini juga didukung oleh sejumlah nama besar di dunia seni dan hiburan Indonesia, antara lain Maudy Ayunda, Maudy Koesnaedi, Tara Basro, Dian Sastrowardoyo, Eva Celia, Raihanun, Titi Radjo Padmaja, hingga Andien dan Lutesha.

“Bagi saya, kebaya adalah ruang perlawanan yang lembut, tapi tegas. Kita tidak selalu perlu meninggikan suara untuk menyampaikan pendapat, karena kadang, apa yang kita kenakan sudah cukup bicara. Kebaya adalah sikap. Ketika kita mengenakannya dengan sadar, kita sedang memilih untuk berdiri dalam sejarah, tapi pada saat yang sama tetap melangkah ke masa depan,” tutur Maudy Ayunda.

Sebagai simbol budaya yang terus berevolusi, kebaya tidak lagi hanya dikenakan untuk mengenang masa lalu, tetapi juga untuk menyuarakan masa kini dan masa depan perempuan Indonesia. Melalui film pendek ini, Bakti Budaya Djarum Foundation ingin membangkitkan kesadaran kolektif bahwa mengenakan kebaya adalah tindakan yang sarat makna, yakni tentang keberanian merawat tradisi, serta merayakan identitas dengan percaya diri di tengah perubahan zaman.

“Semoga #KitaBerkebaya dapat menggugah lebih banyak perempuan untuk kembali menjadikan kebaya sebagai bagian dari keseharian mereka. Bukan karena kewajiban budaya, tapi karena mereka merasa memiliki. Karena saat kita memilih untuk mengenakan kebaya, kita sedang merayakan siapa diri kita sebagai perempuan Indonesia dengan segala kekuatan, keindahan, dan kompleksitasnya,” tutup Renitasari.

Kids Zone
Zona di mana buah hati Anda dapat menikmati kisah-kisah seru dalam bentuk cerita dan komik, mengeksplorasi artikel pengetahuan yang menyenangkan, serta permainan yang menarik untuk mengasah pemikiran buah hati.
Masuk Kids Zone
Latest Update
Selengkapnya
img
Lebih dari 700 Peserta dari 35 Negara Ramaikan FHI 2025, Dorong Kemajuan Kuliner dan Perhotelan Berkelanjutan
img
Peringati Hari Kebaya Nasional, Perempuan Indonesia Suarakan Kebaya sebagai Identitas Budaya melalui “Kita Berkebaya”
img
Sambut Hari Anak Nasional, 400 Anak Belajar Empati Lewat Film Animasi di Bioskop
img
Kisah Perlawanan Pangeran Diponegoro yang Berjuang untuk Kedaulatan Bangsanya