

Krisis Regenerasi Peternak Sapi Perah Lokal, Ini Langkah Nyata untuk Mengatasinya!

Setiap pagi, mungkin banyak dari Moms yang menyiapkan segelas susu untuk buah hati tercinta. Tapi pernahkah terpikir, siapa yang bekerja di balik segelas susu itu? Jawabannya adalah para peternak sapi perah lokal, yakni mereka yang saban hari memerah susu, merawat sapi, dan menjaga kualitas susu tetap terjaga. Sayangnya, profesi ini masih kerap dianggap sebelah mata. Padahal, mereka memainkan peran krusial dalam rantai pasok pangan bergizi.
Peringatan Hari Susu Sedunia dan Hari Susu Nusantara yang jatuh setiap awal Juni seharusnya bukan sekadar selebrasi, tapi juga momen reflektif bagi kita semua. Bahwa untuk menghadirkan segelas susu segar di meja makan, ada rantai perjuangan panjang yang dijalani para peternak. Dan kenyataannya, mereka masih menghadapi banyak keterbatasan.
Baca Juga: Rayakan Hari Susu Sedunia, Saatnya Anak Muda Bangun Masa Depan Industri Susu Segar Indonesia!
Sebagian besar peternak sapi perah di Indonesia adalah peternak rakyat berskala kecil. Mereka memelihara 1 hingga 5 ekor sapi di pekarangan rumah, dengan infrastruktur dan sumber daya yang sangat terbatas. Akibatnya, produksi susu nasional baru mampu mencukupi sekitar 20% dari kebutuhan dalam negeri, sisanya yang 80% harus di-impor dari luar negeri.

Tantangan Berlapis di Lapangan
Para peternak menghadapi sejumlah tantangan di lapangan, yang menjadi salah satu alasan mengapa produksi susu dalam negeri kita belum optimal, di antaranya:
- Skala peternakan yang kecil. Seperti yang disebutkan, mayoritas peternak sapi perah lokal di Indonesia hanya memiliki 1–5 ekor sapi, dan sering kali beternak di pekarangan rumah.
- Produktivitas rendah. Di negara maju seperti Belanda, satu ekor sapi bisa menghasilkan hingga 30 liter susu per hari. Sementara di Indonesia, berdasarkan data Dirjen Peternakan dan Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, sekitar 12-15 liter susu per hari per ekor untuk peternakan yang sudah cukup baik (terutama di Jawa Tengah & Jawa Timur). Namun, di banyak peternakan rakyat, masih berkisar 8-10 liter per hari.
- Terbatasnya lahan dan teknologi. Kurangnya akses terhadap pakan berkualitas, teknologi peternakan modern, serta pengetahuan peternak lokal tentang manajemen peternakan menjadi hambatan utama.
- Harga jual susu fluktuatif, tergantung kualitas, dan sering tidak menguntungkan bagi peternak.
- Manajemen peternakan belum optimal. Sanitasi kandang, pencatatan produksi, hingga pemanfaatan limbah seperti kotoran masih minim.
Kendala-kendala tersebut pula yang menjadi faktor penyebab mengapa regenerasi profesi peternak sapi sangat rendah. Anak-anak peternak enggan meneruskan usaha keluarga karena dianggap “tidak keren” dan kurang menjanjikan.
Dari Gubuk Sederhana ke 25 Liter Sehari
Namun di balik tantangan, selalu ada harapan. Seperti kisah Tatok Harianto, seorang peternak sapi perah binaan Frisian Flag Indonesia (FFI). Awalnya, Tatok hanya punya kandang sederhana dan sedikit sapi. Tapi berkat pelatihan dan pendampingan dari program Young Progressive Farmers Academy (YPFA) dan Dairy Development Program (DDP) yang dijalankan perusahaan susu terkemuka tersebut, usahanya berkembang pesat.
“Dulu, banyak yang mengira jadi peternak sapi perah itu hanya sekadar profesi tradisional. Ternyata setelah dikelola lebih baik, peternakan saya kini bisa menghasilkan 25 liter susu segar per hari,” ungkap Tatok pada acara Goes to Campus sebagai rangkaian Peringatan Hari Susu Sedunia bertajuk “Rayakan Kebaikan Susu, Raih Kekuatan untuk Menang” di Auditorium Fakultas Ekonomi & Manajemen, IPB Kampus Drama, Bogor beberapa waktu lalu.
Peran Swasta dalam Meningkatkan Kualitas Peternakan
Ya, sebagai bagian dari koperasi susu global FrieslandCampina, selama 30 tahun lebih, Frisian Flag Indonesia (FFI) telah bekerja sama dengan ribuan peternak sapi perah lokal dalam berbagai program pemberdayaan. Salah satunya adalah program Dairy Development Program (DDP). “Kami punya sejarah panjang dalam bekerjasama dengan peternak hingga berinovasi menghasilkan produk-produk susu berkualitas, mulai dari hulu ke hilir, atau istilah kami Grass to Glass,” kata Andrew F. Saputro, Corporate Affairs Director Frisian Flag Indonesia.

Saat ini, mereka bermitra dengan lebih dari 20 koperasi susu di wilayah seperti Pangalengan, Lembang, dan Boyolali. Tak hanya itu, produsen susu ini juga menjalin kerja sama dengan negara-negara maju seperti Belanda untuk mentransfer teknologi peternakan sapi perah.
Hasilnya mulai terasa: beberapa koperasi mitra DDP kini mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas susunya secara signifikan.
“Dampak ekonominya tidak hanya dinikmati anggota, tapi juga masyarakat di sekitar kami. Koperasi susu menjadi nadi dari perekonomian masyarakat Pujon, dan memajukan peternakan sapi perah rakyat tanpa khawatir bersaing dengan peternakan besar. Koperasi tidak hanya menampung dan mendistribusikan susu, kami juga menjadi mitra peternak dalam pembinaan, peningkatan kualitas, dan jaminan harga yang adil,” ujar Nur Kayin, Sekretaris Koperasi SAE Pujon, Mitra Koperasi FFI.
Regenerasi Peternak Lewat YPFA
Diungkapkan Andrew, perusahaan menyadari bahwa regenerasi peternak menjadi hal yang sangat penting. Banyak anak muda saat ini enggan meneruskan usaha peternakan keluarga karena dianggap kurang menjanjikan. Untuk mengatasi ini, lahirlah Young Progressive Farmers Academy (YPFA), program pelatihan dan pemberdayaan yang menyasar generasi muda peternak. Tujuannya menjadikan peternakan sebagai usaha masa depan yang profesional, modern, dan menguntungkan.
Dalam salah satu sesi pelatihan, para peserta YPFA bahkan diajarkan membuat rencana bisnis peternakan, menggunakan teknologi untuk monitoring kesehatan sapi, dan memahami pentingnya efisiensi pakan. “Anak-anak muda ini memiliki semangat dan visi, mereka hanya butuh dukungan dan akses. Kami ingin menciptakan ekosistem yang mendorong mereka tetap tinggal dan membangun desanya melalui peternakan,” terang Andrew.
Sebagai perusahaan yang memproduksi susu bergizi, Andrew menjelaskan, Frisian Flag Indonesia berkomitmen mewujudkan visi Nourishing Indonesia to Progress, termasuk membagikan ilmu dan pengalaman dari peternak Belanda kepada peternak lokal.
Tatok pun sangat terbantu sekali dengan adanya program ini. “Ilmu dan pendampingan YPFA dan DDP yang saya terima tidak hanya bermanfaat bagi saya pribadi, tapi juga bisa dicontoh oleh peternak lain. Hidup kami berubah, bukan hanya soal ternak, tapi juga cara berpikir,” terang Tatok yang termasuk ke dalam salah satu peternak sapi perah lokal yang mendapatkan transfer ilmu di Belanda.
Tunggu apalagi, Moms, yuk dukung peternak lokal! Sebagai orangtua, Moms bisa ambil peran sederhana tapi berdampak besar: pilih produk susu yang berasal dari peternakan lokal. Selain lebih segar dan bergizi, Moms juga ikut memberdayakan para peternak Indonesia.
Karena setiap tegukan susu bukan hanya soal gizi hari ini, tapi juga tentang masa depan anak kita dan keberlangsungan peternak lokal.