ads

Lewat Pameran Seni Speak Up 2, Anak-anak dan Remaja Berkebutuhan Khusus Ekspresikan Pesan Stop Kekerasan dan Intoleransi

Efa Trapulina - Senin, 22 Juli 2024
(ki-ka) Ir. FB. Didiek Santosa, Gie Sanjaya, serta Cornelia Agatha, S.H., M.H dalam acara konferensi pers Road To Kids Biennale Indonesia sekaligus pengumuman pendirian Yayasan Kids Biennale Indonesia, Sabtu, 20 Juli 2024 di Jakarta (Foto: Ist)
(ki-ka) Ir. FB. Didiek Santosa, Gie Sanjaya, serta Cornelia Agatha, S.H., M.H dalam acara konferensi pers Road To Kids Biennale Indonesia sekaligus pengumuman pendirian Yayasan Kids Biennale Indonesia, Sabtu, 20 Juli 2024 di Jakarta (Foto: Ist)
A A A

Ada banyak cara untuk menyampaikan pesan atau suara hati. Salah satunya adalah melalui karya seni, seperti lukisan, foto, patung, dan sebagainya. Ini pula yang terus digencarkan oleh Yayasan Kids Biennale Indonesia (KBI). Yayasan ini berfokus pada kegiatan pameran seni dan budaya baik kecil maupun besar khusus anak-anak dan remaja.

Tahun ini, mereka kembali menggelar Kids Biennale Indonesia 2024 yang berlangsung mulai 21 Juli – 10 Agustus 2024. Ini adalah pameran yang diselenggarakan dua tahun sekali dengan partisipasi praktik seni modern serta aktivitas publik intelektual dan budaya dalam menanggapi isu-isu relevan.

Isu yang diangkat kali ini masih merujuk pada tiga dosa besar dunia pendidikan, yaitu kekerasan seksual, perundungan (bullying), dan intoleransi.

“Tahun 2023 lalu, kami telah melaksanakan pameran “Speak Up” yang mengangkat isu kekerasan seksual terhadap anak. Pameran tersebut direspon sangat baik oleh publik. Sehingga pada tahun 2024 yang merupakan bagian dari Road To Kids Biennale Indonesia, kami mengangkat “Speak Up On Bullying and Intolerance” dimana dua isu tersebut merupakan bagian dari tiga dosa besar dunia pendidikan,” tutur Gie Sanjaya, Ketua Yayasan Kids Biennale dan Kurator saat ditemui pada konferensi pers Road To Kids Biennale Indonesia 2024 - 2025 di Creativity Indonesia, Neha Hub, Cilandak – Jakarta Selatan, Sabtu (20/7/24).

Kids Biennale Indonesia
Pameran kreativitas dan ekspresi generasi muda (Foto: Kids Biennale)

Angkat Isu Perundungan dan Intoleransi

Gie melanjutkan, pameran Speak Up 2 ini melibatkan sebanyak 54 anak-anak dan remaja berkebutuhan khusus (ABK) yang menuangkan kreativitas dan ekspresinya melalui seni.

Perlu Moms dan Dads ketahui, sebagian dari peserta (pameris) merupakan penyintas perundungan (bullying) dan intoleransi.

Ya,  berdasarkan data Kemendibudristek, ditemukan sebanyak 24,4 persen siswa atau peserta didik yang berpotensi mengalami insiden perundungan di satuan pendidikan atau sekolah. Dan, banyak di antara peserta didik yang mengalami perundungan tersebut adalah anak-anak berkebutuhan khusus (ABK).

“Tahun ini kami mengajak anak dan remaja berkebutuhan khusus, neurodivergent dan difabel untuk berpartisipasi dalam advokasi, mengkritisi, dan menjadi agen perubahan melalui karya lukis, video, dan game,” terang Gie.

Konferensi pers Road To Kids Biennale Indonesia
Konferensi pers Road To Kids Biennale Indonesia (Foto: Efa)

Lebih lanjut, wanita ini menegaskan bahwa seni adalah jendela bagi anak-anak untuk melihat dunia dengan cara yang baru dan berbeda. “Melalui seni, mereka belajar menghargai keindahan, memahami emosi, mengembangkan empati, dan menjadi agen perubahan. Seni adalah investasi untuk masa depan Indonesia yang lebih kreatif, inklusif, dan berbudaya,” katanya.

Wadah Kreativitas dan Ekspresi Generasi Muda

Sepakat dengan hal ini, Cornelia Agatha, S.H., M.H., Ketua Komnas Perlindungan Anak DKI Jakarta mengatakan bahwa bahwa seni dan kasih sayang mempunyai kekuatan yang besar untuk perubahan. “Oleh karena itu saya berharap Kids Biennale Indonesia dapat menjadi platform untuk perubahan bersama. Menjadi wadah bagi anak-anak dan remaja untuk menemukan suara mereka, mengekspresikan diri dengan bebas, dan tumbuh menjadi individu yang kreatif, percaya diri, dan berempati penuh cinta kasih,” ujar wanita yang terkenal dengan perannya sebagai Sarah dalam sinetron “Si Doel Anak Sekolahan” ini.

Hal senada disampaikan oleh Ir. FB. Didiek Santosa, Perencana Ahli Madya Pada Asdep Perlindungan Khusus Anak dari Kekerasan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA).

“Saya sangat mengapresiasi kegiatan ini. Ini adalah kiprah dari para seniman dan praktisi yang peduli untuk menggaet anak agar berpatisipasi, baik anak sebagai korban, penyintas, maupun anak-anak secara umum. Lewat seni, terlebih anak-anak berkebutuhan khusus bisa mengaktualisasikan, mengekspresikan perasaan mereka di tengah-tengah keterbatasan yang dimiliki (misalnya ada yang susah berbicara, mendengar, dan lainnya). Pada anak yang mengalami korban kekerasan misalnya, pameran ini sebagai wadah ia menyampaikan perasaan ataupun pendapatnya lewat seni agar dilihat dan didengar oleh masyarakat,” papar Didiek.

Kasus Kekerasan Seksual Meningkat

Lebih lanjut, ia memaparkan fakta bahwa kasus kekerasan pada anak ibarat fenomena gunung es. “Sebenarnya berdasarkan survei SNPHAR (Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2021 mencatat bahwa kasus kekerasan (termasuk kekerasan seksual) menurun. Tetapi kenyataannya, laporan yang diadukan oleh keluarga korban kepada unit layanan seantero Indonesia, malah meningkat. Dari tahun 2019 korban kekerasan sekitar 12.000, dan pada data hingga tahun 2023 kasus kekerasan pada anak mencapai hampir 20.000 kasus. Dan ini, benar-benar data aktual, mereka berani melaporkan. Namun, bagaimana dengan yang tidak melapor? Jadi, ini seperti fenomena gunung es,” kata Didiek.

Stop Perundungan dan Intoleransi
Mari Bersama Stop Perundungan dan Intoleransi (Foto: Ist)

Senada dengan hal ini, Cornelia Agatha sepakat bahwa angka kejadian kasus kekerasan pada anak semakin meningkat. “Dari berbagai macam kasus kekerasan pada anak, yang tertinggi adalah kasus kekerasan seksual. Ironisnya, tak jarang pelakunya adalah orang terdekat korban sendiri, entah orangtua, saudara, dan sebagainya. Tak hanya itu saja, korban tak jarang juga bukannya mendapat empati, malah di-bully oleh lingkungan sekitarnya. Sering saya temui, para korban kekerasan seksual ini menjadi sangat depresi,” imbuh ibu dari sepasang anak kembar bernama Makalya Athaya Lalwani dan Tristan Athala Lalwani.

Cornelia menegaskan, masalah kekerasan seksual, perundungan dan intoleransi adalah tanggung jawab semua pihak. “Peran orangtua, guru dan sekolah sangat penting. Harus bisa menjadi role model (contoh) bagi anak baik di rumah maupun di sekolah. Sehingga ketika anak mendapatkan role model yang benar, setidaknya anak tahu bagaimana cara baik memperlakukan seseorang dan itu berlanjut hingga ia dewasa,” imbuh Cornelia yang baru-baru ini didapuk sebagai Duta Anak Autisme oleh KemenPPPA.

Untuk itu, Kids Biennale Indonesia mengajak semua pihak, termasuk orangtua, guru, seniman, dan masyarakat umum, untuk mendukung dan berpartisipasi dalam pameran Speak Up 2 ini. Bersama-sama, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung kreativitas, ekspresi, dan pertumbuhan generasi muda Indonesia. 

Moms dan Dads dapat berpartisipasi untuk mendukung dengan berkunjung ke pameran Speak Up 2 yang berlangsung hingga tanggal 10 Agustus 2024 berlokasi di Creativity Indonesia, Neha Hub,  Jl. Cilandak Tengah Raya No.11A Cilandak, Jakarta Selatan.

Kids Zone
Zona di mana buah hati Anda dapat menikmati kisah-kisah seru dalam bentuk cerita dan komik, mengeksplorasi artikel pengetahuan yang menyenangkan, serta permainan yang menarik untuk mengasah pemikiran buah hati.
Masuk Kids Zone
Latest Update
Selengkapnya
img
Upaya Kolektif untuk Sekolah Sehat: Program Sanitasi dan Air Bersih di Sulawesi Selatan
img
Bersatu Demi Musik Latar Legal dan Industri yang Lebih Sehat
img
Kiat Mengelola Keuangan Bersama Orang Terdekat
img
Bukan Sekadar Bermain! PlayWorld Seru Hadir di 5 Kota, Dukung Anak Tumbuh Aktif dan Kreatif