Menelusuri Makna Menjadi Manusia saat Rayakan Warisan Sastrawan Pramoedya Ananta Toer
Minggu, 30 November 2025, pukul 12.30 WIB, di PDS HB Jassin (Taman Ismail Marzuki), Jakarta Pusat, Yayasan Pramoedya Ananta Toer mempersembahkan acara bertajuk “Aksara Pram di Bumi Menjadi Manusia”, sebuah ruang refleksi dan perayaan atas warisan pemikiran sastrawan besar Indonesia, Pramoedya Ananta Toer.
Mengangkat tema bagaimana orang-orang terinspirasi ketika membaca karya-karyanya, lalu melahirkan kembali semangat kemanusiaan dan perjuangan yang pernah dihidupi Pram.
“Aksara Pram di Bumi Menjadi Manusia” adalah panggilan untuk kembali membaca dan merasakan denyut pemikiran Pram, seorang penulis yang dengan seluruh kata-katanya berupaya membangkitkan kesadaran manusia Indonesia agar menjadi manusia seutuhnya.
Publik diajak menelusuri makna “menjadi manusia”, sebagaimana diungkapkan Pram dalam kutipan karya Tetralogi: “Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan; Duniaku Bumi Manusia dengan segala persoalannya”.
Dari Minke di Bumi Manusia hingga suara kemanusiaan dalam Larasati, Gadis Pantai sampai Perburuan, karya-karya Pram bukan sekadar cerita, melainkan cermin kehidupan yang memantulkan keberanian, luka, dan keteguhan manusia untuk terus berdiri juga terus melangkah.
Hadir dalam acara ini, tiga tokoh lintas bidang yang terinspirasi oleh semangat Pram, yaitu Happy Salma (aktris dan pegiat sastra yang kerap menghidupkan karya-karya besar Indonesia melalui panggung teater), Mike Marjinal (musisi dan aktivis yang menjadikan seni sebagai ruang perjuangan bagi suara rakyat kecil), dan Cris Wibisana (penulis dan pengamat budaya yang menafsirkan Pram sebagai cermin perjalanan intelektual bangsa).
Diskusi dimoderatori oleh Dianita Kusuma Pertiwi, jurnalis dan pemerhati budaya, yang menuntun perbincangan tentang bagaimana karya-karya Pramoedya terus menyalakan kesadaran dan daya juang sampai pada generasi hari ini.
Pram, bukan hanya menulis kisah, ia menulis kemanusiaan. Karya-karyanya mengingatkan kita untuk berpikir, melawan ketidakadilan, dan tetap percaya bahwa manusia punya daya untuk mengubah sebuah keadaan yang salah.
“Selama penderitaan datang dari manusia, dia bukan bencana alam, dia pun pasti bisa dilawan oleh manusia,” ujar Aditya Ananta Toer, perwakilan Yayasan Pramoedya Ananta Toer.
Aksara Pram di Bumi Menjadi Manusia ingin memastikan bahwa semangat yang ditulis Pram dalam aksara, terus hidup di bumi yang sedang berusaha menjadi manusia.