

Rayakan Identitas dan Keberagaman: peritel perlengkapan ruma Umumkan Pemenang Kompetisi dan Tampilkan Karya Terbaik Seniman Lokal

Pemimpin ritel perlengkapan rumah tangga terbesar di Indonesia ini, telah sukses menyelenggarakan kompetisi karya seni MR.D.I.Y. Indonesia Art Competition 2025 yang mengusung tema “Identity & Diversity”. Dalam kompetisi perdana yang diselenggarakan ini, mendapatkan antusiasme yang tinggi dari masyarakat Indonesia. Tercatat hingga pendaftaran kompetisi ditutup pada 30 Juni 2025, mendapatkan lebih dari 1.600 peserta dari Aceh hingga Papua serta menerima lebih dari 2.300 karya seni yang masuk.
Edwin Cheah, Direktur Utama MR.D.I.Y. Indonesia, menyampaikan, “Kami sangat berterima kasih atas antusiasme dan semangat masyarakat Indonesia. Ribuan karya yang kami terima membuktikan bahwa seni memiliki kekuatan untuk menyuarakan keberagaman dan mempererat kebersamaan. Kami sangat mengapresiasi semangat, kreativitas, dan ekspresi autentik yang dituangkan para peserta dalam setiap karya mereka. Ini menjadi bukti bahwa seni tidak hanya menjadi ruang ekspresi, tetapi juga jembatan untuk merayakan identitas dan keberagaman.”
Dalam proses kurasi dan penilaian karya seni, menghadirkan para juri profesional dan ahli di bidang seni seperti R.E. Hartanto, Mitha Budhyarto, Abigail Hakim, serta Edwin Cheah. Penilaian berlandaskan pada ide, kreativitas, komposisi, dan teknik yang diciptakan pada setiap karya seni yang masuk.
R.E. Hartanto, Pelukis sekaligus salah satu Juri, menuturkan, “Dalam waktu kurang lebih satu bulan setelah kompetisi ditutup, kami melewati proses penilaian dalam tiga tahap dengan mempertimbangkan empat kriteria utama: relevansi dengan tema, konsep dan narasi, kreativitas, serta aspek teknis dan visual. Para finalis menunjukkan kualitas luar biasa, dan para pemenang menafsirkan tema ‘Identitas & Keberagaman’ dengan pendekatan yang personal dan reflektif. Penghargaan ini kami harap menjadi bentuk pengakuan sekaligus pengingat akan kehormatan dan komitmen dalam proses berkarya. Selamat kepada para pemenang, dan terima kasih kepada seluruh peserta atas kontribusinya bagi ekosistem seni rupa Indonesia.”
Tom Tandio, Pendiri IndoArtNow, juga menambahkan, “Kami mengapresiasi langkah MR.D.I.Y. Indonesia yang memberi ruang nyata untuk seniman lokal. Kompetisi ini adalah katalis penting bagi praktik seni yang lebih inklusif dan bermakna.”
Selain mengumumkan pemenang juga mendukung eksposur para finalis dengan menyelenggarakan Art Exhibition dari 6 hingga 17 Agustus 2025 di Toko Flagship Lotte Mall, Jakarta. Pameran ini dibuka untuk umum dan tidak dipungut biaya apapun. Dukungan terhadap seniman lokal tidak hanya berhenti di pameran, melainkan para pemenang juga akan berkesempatan untuk berkompetisi di tingkat regional berhadapan dengan pemenang Art Competition dari Thailand dan Malaysia.
Edwin menambahkan “Kami berharap kompetisi ini dapat menjadi pijakan bagi para seniman pemula maupun profesional untuk dapat lebih semangat dalam menciptakan karya dan berekspresi serta menginspirasi. Kompetisi ini adalah bentuk komitmen kami untuk Indonesia dalam mendukung seni, budaya, dan keberagaman.”

Ekspresikan Keberagaman melalui Karya Seni, Inilah Para Pemenang Art Competition 2025 yang Mendapatkan Total Hadiah Rp280 Juta:
Kategori Umum
Grand Prize: M. Aidi Yupri dengan karya Rakit Rekat Nusantara. Visualisasi perahu, hutan, dan buku yang menyatukan semangat kolektif budaya Nusantara. M. Aidi Yupri, lelaki asal Magelang ini merupakan seorang perupa yang banyak terinspirasi oleh elemen alam seperti batu, air, dan pepohonan. Ia memandang alam sebagai pustaka kehidupan yang menjadi sumber pembelajaran, sehingga banyak karyanya disajikan dalam format menyerupai buku. Selain berkesenian, ia juga aktif dalam bidang botani dan petualangan alam.
Judges' Award: Andita Purnama dengan karya Babad Tanah Leluhur: Wasiat Bunga Kencana Wungu. Instalasi artefak ingatan dari pita kaset dan simbol perempuan sebagai penanda sejarah dan identitas. Andita Purnama, seniman multidisipliner yang menyelesaikan pendidikan pascasarjana di Institut Seni Indonesia. Ia berkarya dalam berbagai medium, termasuk seni rupa dua dimensi, instalasi, dan seni pertunjukan. Dalam beberapa tahun terakhir, Andita juga fokus mengeksplorasi seni pertunjukan berbasis video, salah satunya melalui proyek Cloud11, yang menggunakan simbol-simbol Jawa sebagai metafora untuk mengartikulasikan isu dan narasi personal.
President Director’s Award: Dona Prawita Arissuta dengan karya We’ve Not Just Been Extremely Fortunate. Ungkapan syukur atas keberagaman bangsa melalui metafora visual gunungan dan simbol kultural. Dona Parwita, seniman kontemporer dengan pendekatan multidisipliner yang mengeksplorasi isu tubuh, identitas, dan pengalaman perempuan dalam konteks sosial budaya urban. Lulusan Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB, Dona dikenal melalui instalasi yang menggunakan objek sehari-hari, tekstil, dan narasi personal sebagai bentuk refleksi kritis. Karyanya telah ditampilkan di berbagai pameran nasional dan internasional, termasuk Biennale Jogja, Art Jakarta, dan Galeri Nasional Indonesia.
Kategori Pelajar & Mahasiswa:
Grand Prize: Diandra Lamees dengan karya Upacara Imlek Versiku. Perjalanan mengenal ulang budaya Tionghoa lewat bentuk keramik reflektif. Diandra Lamees, mahasiswa seni rupa tingkat akhir di Institut Teknologi Bandung yang mengambil spesialisasi studio keramik. Selama berkarya, ia beberapa kali mencoba memahami rasa asingnya terhadap identitasnya sebagai seorang Tionghoa Indonesia.
Judges' Award: Raden Muhammad Taufik Hidayat dengan karya Penyambutan Semesta #2. Representasi quarter-life crisis sebagai ruang jeda dan refleksi dalam banjir informasi. Taufik Hidayat, seniman lintas medium yang berbasis di Yogyakarta. Melalui pendekatan konseptual berbasis riset, ia mengeksplorasi relasi antara material, sejarah, dan dinamika sosial-politik. Meski dikenal lewat karya keramiknya, Taufik bekerja dengan berbagai medium untuk membongkar dan merangkai ulang narasi yang terpinggirkan. Saat ini, ia tengah menyelesaikan studi di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dan menjalani riset tentang sejarah pangan dalam program Asana Bina Seni Biennale Jogja.
President Director’s Award: Prakadetto Alansa dengan karya Momen Pemersatu. Sepakbola dan kekayaan hayati Indonesia sebagai simbol identitas dan kesatuan bangsa. Prakadetto Alansa, seniman muda asal Gunungkidul yang kini menetap dan berkarya di Yogyakarta. Saat ini ia menempuh pendidikan di Program Studi Seni Rupa Murni, Institut Seni Indonesia Yogyakarta, dan aktif menjalin kolaborasi profesional dengan Sewu Satu Gallery. Karyanya berangkat dari pendekatan realis yang didekonstruksi, menyingkap estetika dalam bentuk-bentuk yang tidak utuh maupun tak terduga. Bagi Prakadetto, ketidakteraturan justru memuat narasi jujur tentang realitas.