Selamatkan Bumi: Mural Raksasa dan Buku Anak Gelorakan Aksi Iklim

Bertempat di kawasan Car Free Day Jakarta pada Minggu, 1 Juni 2025, WWF-Indonesia berkolaborasi dengan Earth Hour Indonesia, Pusat Perbukuan Kemendikbudristek, dan Program INOVASI menggelar Festival Seni Jalanan "Warna untuk Bumi".
Acara ini bertujuan meningkatkan kesadaran publik, terutama generasi muda, mengenai krisis iklim melalui kombinasi seni kreatif, literasi, dan edukasi inklusif.
Festival ini melibatkan berbagai komunitas anak muda dan relawan yang mengajak masyarakat berdiskusi tentang inklusi dan gaya hidup ramah lingkungan, dengan harapan mendorong peran aktif generasi muda dalam aksi pendidikan inklusif dan iklim, serta langkah nyata untuk mengatasi krisis iklim.
Rangkaian kegiatan "Warna untuk Bumi" meliputi pembuatan mural kolaboratif sepanjang lima meter bertema "Bumi dan Pendidikan Berkelanjutan" yang melibatkan lebih dari 100 orang dari berbagai latar belakang, termasuk penyandang disabilitas.
Selain itu, Pusat Perbukuan Kemendikbudristek membagikan 200 paket buku anak berjenjang untuk meningkatkan literasi. Festival ini juga mengadakan kegiatan melukis dan mewarnai dengan tema lingkungan dan inklusi yang diikuti 250 peserta dari berbagai usia dan kemampuan.
Seluruh acara dirancang inklusif untuk mendorong partisipasi luas masyarakat dalam memahami isu iklim dan pendidikan melalui cara yang menyenangkan dan kreatif. WWF-Indonesia menekankan bahwa penyelamatan lingkungan adalah tanggung jawab bersama dan aksi kecil yang dilakukan bersama akan berdampak besar.
Pusat Perbukuan Kemendikbudristek menyoroti pentingnya buku berkualitas untuk mengembangkan nalar dan pemahaman anak dalam mengambil keputusan di masa depan. Program INOVASI menegaskan komitmennya dalam membangun ekosistem pembelajaran inklusif dan memperkuat ketahanan iklim anak melalui seni dan literasi.
Festival ini menempatkan generasi muda sebagai penggerak utama dalam menyuarakan pentingnya inklusi, literasi, dan aksi iklim. Keterlibatan aktif mereka dalam mural dan aksi damai melalui festival poster menunjukkan peran mereka sebagai agen perubahan yang kreatif dan bersemangat. Acara serupa juga diselenggarakan di Mataram dan Sidoarjo.
Festival ini melibatkan berbagai komunitas dan relawan muda dari Earth Hour Indonesia, Komunitas Literasi, dan Komunitas K-Pop yang mengajak pengunjung berdiskusi santai tentang pembelajaran inklusi dan gaya hidup ramah lingkungan, dan diharapkan dapat lebih mendorong peran generasi muda dalam aksi pendidikan inklusif dan iklim. Dan kedepan mendorong aksi yang lebih besar untuk menghambat laju krisis iklim.
Festival Seni Jalanan “Warna untuk Bumi” menghadirkan beragam aktivitas yang memadukan seni, literasi, dan pesan-pesan penyelamatan lingkungan. Tiga kegiatan utama yang dilakukan dalam festival ini adalah:
Mural Kolaboratif: “Bumi dan Pendidikan Berkelanjutan”
Lebih dari 100 generasi muda dan termasuk orang dewasa, termasuk penyandang disabilitas, berpartisipasi dalam pembuatan mural kolaboratif sepanjang lima meter. Aktivitas ini menjadi simbol aksi bersama lintas komunitas dan latar belakang dalam menyuarakan pentingnya pendidikan yang mendukung pelestarian bumi. Sehingga dapat menjadi perhatian publik tentang krisis iklim dan perlunya aksi bersama.
Aksi Berbagi Buku Anak Berjenjang
Pusat Perbukuan (Pusbuk) Kemendikbudristek membagikan 200 paket buku anak non-teks berjenjang kepada pengunjung. Buku-buku ini tersedia dalam Bahasa Indonesia dan dirancang untuk membantu anak-anak dari berbagai usia mengembangkan kemampuan literasi mereka secara bertahap dan menyenangkan.
Melukis dan Mewarnai Individual Bertema Lingkungan dan Inklusi
Sebanyak 250 peserta, baik anak-anak maupun orang dewasa, termasuk penyandang disabilitas, turut serta dalam aktivitas mewarnai batik dan kanvas. Kegiatan ini mengangkat tema keberagaman hayati, perubahan iklim, dan pembelajaran inklusif, sekaligus menjadi ruang ekspresi bagi peserta untuk menyampaikan harapan mereka terhadap masa depan bumi.
Seluruh rangkaian kegiatan dikemas secara terbuka dan inklusif, untuk mendorong partisipasi masyarakat luas dalam memahami isu-isu iklim dan pendidikan melalui pendekatan yang menyenangkan dan kreatif.
“Melalui ‘Warna untuk Bumi’, Kami ingin mengingatkan publik bahwa penyelamat lingkungan adalah tanggung jawab semua, tidak bisa kita lakukan sendiri-sendiri, aksi kecil jika dilakukan bersama akan menjadi besar. Saat mereka ikut mewarnai mural dan membaca buku tentang laut tercemar, kita menanam benih kepedulian dan ini akan terbawa hingga dewasa,” ungkap Bapak Ari Muhammad, Manager Iklim dan Energi Yayasan WWF Indonesia.
"Buku anak yang berkualitas, murah, dan merata diperlukan untuk membangun keterampilan literasi. Bukulah yang akan mengembangkan nalar, imajinasi, dan pemahaman yang memandu anak mengambil keputusan di masa depan. Studi INOVASI menunjukkan bahwa penyediaan buku anak yang tepat, didampingi pelatihan guru, mampu meningkatkan skor literasi hingga 25%. Kemendikdasmen bersama INOVASI mengembangkan buku anak bertema perubahan iklim yang kontekstual dan edukatif agar dapat menjangkau anak-anak dari berbagai latar belakang,” kata Bapak Supriyatno, Kepala Pusat Perbukuan Kemendikdasmen.
“Program INOVASI yang merupakan kerjasama Pemerintah Indonesia dan Australia untuk meningkatkan mutu pendidikan dasar, khususnya di bidang literasi, numerasi, dan karakter. Dengan menggabungkan seni, literasi, dan inklusi, INOVASI membangun ekosistem pembelajaran yang inklusif dan memperkuat ketahanan iklim anak – agar mereka tidak hanya paham tantangan perubahan iklim, tetapi juga terampil dan termotivasi untuk melindungi lingkungan serta menjadikan sekolah sebagai ruang aman dan berkelanjutan bagi semua anak termasuk anak penyandang disabilitas,” ungkap Ibu Feiny Sentosa, Wakil Direktur Program INOVASI.
Festival Seni Jalanan “Warna untuk Bumi” menempatkan generasi muda sebagai aktor utama dalam menyuarakan pentingnya inklusi, literasi, dan aksi iklim. Keterlibatan aktif mereka menjadi wujud nyata kontribusi anak muda dalam membangun masyarakat yang lebih sadar dan peduli terhadap isu-isu global.
Sebanyak 100 anak muda dari komunitas Earth Hour Indonesia, komunitas K-Pop, dan komunitas literasi turut serta dalam kegiatan mewarnai mural kolaboratif sepanjang lima meter. Melalui karya visual yang mereka hasilkan, para peserta menyampaikan pesan kuat tentang pentingnya pendidikan berkelanjutan dan perlindungan bumi.
Tak hanya berkarya, sekitar 200 relawan muda dari berbagai komunitas juga berperan sebagai motor penggerak aksi. Mereka berjalan bersama dalam aksi damai yang dikemas dalam bentuk festival poster, membawa pesan-pesan edukatif terkait perubahan iklim, toleransi, dan gaya hidup ramah lingkungan Melalui partisipasi ini, generasi muda menunjukkan bahwa mereka bukan hanya penerima dampak perubahan iklim, tetapi juga pelaku perubahan yang aktif, kreatif, dan penuh semangat.
Festival seni jalanan ini tidak hanya diselenggarakan di Jakarta, namun diselenggarakan secara bersamaan di Mataram, Nusa Tenggara Barat, dan di Sidoarjo, Jawa Timur pada 25 Mei lalu.