3 Pelajaran Finansial dari Diskusi Ekonomi 2026 yang Perlu Diketahui Keluarga Muda Indonesia
Menjelang 2026, banyak keluarga muda mulai mempertanyakan kondisi ekonomi tahun depan: apakah situasinya akan stabil atau penuh ketidakpastian. Pergantian pemerintahan, dinamika global, dan berita ekonomi yang berubah-ubah mudah membuat cemas. Namun, dalam Media Workshop bertema “Peran Media dan Industri Asuransi Membentuk Kepercayaan Publik dan Optimisme Terhadap Masa Depan Ekonomi Indonesia 2026” di Jakarta (9/12), para ahli memberikan pandangan yang dapat menjadi panduan penting bagi masyarakat.
Acara ini menghadirkan ekonom, jurnalis senior, hingga pelaku industri asuransi yang membahas bagaimana kepercayaan publik dibangun, dan bagaimana keluarga dan masyarakat dapat mengambil langkah finansial dengan lebih tenang.
1. Terima bahwa “Ketidakpastian” adalah Hal yang Pasti
Ekonom Senior, Institute for Development of Economics & Finance (INDEF), Aviliani, membuka diskusi dengan paparan kondisi global yang cukup menantang. Tahun 2025 diwarnai pemilu di 57 negara yang memengaruhi hampir setengah penduduk dunia dan 60% Produk Domestik Bruto (PDB) global. Belum lagi ketegangan geopolitik seperti konflik Rusia–Ukraina, Myanmar, hingga rivalitas Amerika Serikat–Tiongkok.
Di tengah kondisi seperti itu, Aviliani mengatakan dengan tegas, “Kepastian ke depan adalah ketidakpastian itu sendiri.” Namun bukan berarti kita tidak bisa berharap. Dana Moneter Internasional (IMF) justru merevisi naik proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,2% di tahun 2025, dan 3,1% pada 2026.
Di Indonesia sendiri, pertumbuhan memang fluktuatif: 4,87% di triwulan pertama, naik menjadi 5,12%, lalu sedikit melemah ke 5,04% di triwulan ketiga. Tapi di balik itu, kepercayaan publik terlihat meningkat sejak Oktober 2025.

Langkah pemerintah seperti penempatan dana SAL (Saldo Anggaran Lebih) dan SiLPA (Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran), turunnya cost of fund yang mempengaruhi bunga kredit, serta 21 kali rekor all-time high IHSG, memberi sinyal bahwa roda ekonomi mulai pulih. “Pertumbuhan ekonomi bukan hanya angka di atas kertas, perlunya pemerataan dan juga ekspektasi masyarakat bahwa hari esok akan lebih baik dari hari ini. Dengan roda ekonomi yang bergerak lebih cepat maka keputusan finansial masyarakat menjadi lebih optimis” ujarnya.
Bagi keluarga muda, pesan intinya jelas: tetap adaptif dan realistis, tapi juga optimis. Fokus pada hal yang bisa dikendalikan seperti menabung secara konsisten, menyiapkan dana darurat, dan tidak menunda investasi pendidikan anak.
2. Bangun Ketahanan Finansial Keluarga
Di tengah dinamika ekonomi, sektor asuransi menunjukkan ketahanan yang cukup kuat sepanjang tahun 2025, dengan total aset mencapai Rp1.181 triliun. Penetapan regulasi baru oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkuat fondasi sektor ini lewat peningkatan modal minimum dan tata kelola risiko.

Hasinah Jusuf, Direktur Kepatuhan Allianz Life Indonesia mengungkap bahwa ketahanan finansial keluarga bukan hanya soal penghasilan, tapi juga kesiapan menghadapi risiko. “Ketahanan industri asuransi tidak hanya bergantung pada faktor ekonomi, tetapi juga pada persepsi masyarakat. Karena itu, sinergi antara pemerintah, industri, dan media sangat penting untuk membangun narasi positif mengenai peran asuransi bagi stabilitas finansial keluarga,” ujarnya.
Melalui berbagai program literasi, mereka telah menjangkau lebih dari 1 juta penerima manfaat hingga 2025, sebuah angka yang menunjukkan betapa pentingnya edukasi keuangan bagi masyarakat luas. Bagi keluarga muda, pelajarannya sederhana: punya perlindungan finansial seperti asuransi itu bukan sekadar formalitas, tapi bentuk kesiapan menghadapi hal tak terduga.
3. Pilih Informasi yang Benar dari Sumber yang Kredibel
Di era post-truth, penyebaran informasi kerap berlangsung lebih cepat daripada kemampuan masyarakat untuk memverifikasinya. Irfan Junaidi, Direktur Pemberitaan Perum LKBN Antara, menegaskan bahwa media memegang peran penting dalam menjaga kepercayaan publik. “Di era post-truth, tugas media bukan hanya menyampaikan fakta, tetapi menjaga agar publik tidak terjebak dalam disinformasi. Kepercayaan publik adalah fondasi pemulihan ekonomi, dan media harus menjadi jembatan komunikasi yang objektif, empatik, dan konsisten,” tegas Irfan.
Ia menekankan pentingnya verifikasi, literasi digital, dan integritas jurnalis, terlebih dengan hadirnya AI dalam proses pemberitaan yang menuntut kehati-hatian ekstra.

Sementara itu, Hendra Eka, Photojournalist & Editor sebuah media nasional, mengingatkan bahwa visual juga berperan mempengaruhi persepsi publik. “Foto jurnalistik yang berkualitas tidak hanya menyampaikan cerita, tetapi juga membangun harapan dan rasa percaya terhadap masa depan ekonomi Indonesia,” ujarnya.
Bagi keluarga muda yang kerap mencari referensi dari media sosial, pesan ini terasa relevan: jangan asal percaya, selalu utamakan sumber yang kredibel dan hindari informasi yang menimbulkan kepanikan.
Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan, turut pula diumumkan pemenang program Allianz Journalist Writing Competition (JWC) 2025 yang menerima lebih dari 3.000 artikel sepanjang Januari–November 2025. Penilaian dilakukan oleh juri yang terdiri dari Wahyuni Murtiani, Irfan Junaidi, dan Hendra Eka. Kompetisi ini merupakan bentuk apresiasi bagi jurnalis yang konsisten memberikan edukasi publik tentang keuangan dan asuransi.
Tahun depan mungkin penuh dinamika, tapi bukan berarti Moms dan Dads harus khawatir berlebihan. Pelajaran dari para ahli ini mengingatkan bahwa: ekonomi mungkin tidak pasti, tetapi peluang tetap ada; perlindungan finansial adalah bagian dari ketahanan keluarga; dan informasi tepercaya menjadi fondasi keputusan finansial yang bijak.
Dengan pemahaman tersebut, keluarga muda dapat memasuki tahun 2026 dengan kesiapan yang lebih matang, lebih tenang dan optimisme lebih kuat.