

44% Anak Usia Sekolah Memiliki Masalah Penglihatan, Indonesia Berkomitmen Tingkatkan Layanan Kesehatan Mata Terjangkau dan Merata

Pemerintah Indonesia bersama pemangku kepentingan utama, menandatangani deklarasi bersejarah untuk memperluas akses layanan kesehatan mata dan kacamata yang terjangkau.
Langkah ini sekaligus menandai bergabungnya Indonesia dalam WHO SPECS 2030, sebuah inisiatif global untuk memastikan setiap orang yang membutuhkan koreksi penglihatan mendapatkan layanan berkualitas, terjangkau, dan berpusat pada masyarakat.
Secara global, 2 dari 3 orang yang membutuhkan kacamata belum mendapatkannya, terutama di negara berpenghasilan rendah. Di Indonesia, survei Rapid Assessment on Avoidable Blindness memperkirakan sekitar 15 juta penduduk usia 50 tahun ke atas mengalami gangguan penglihatan, dengan katarak dan kelainan refraksi sebagai penyebab utama.
Sementara itu, riset lain menunjukkan 44% anak usia sekolah memiliki masalah penglihatan. "Penglihatan merupakan hal mendasar bagi pembangunan dan martabat manusia," kata dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid., Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI. “Melalui komitmen ini, kami mendukung peningkatan akses layanan kesehatan mata yang adil dan terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia sebagai bagian dari Peta Jalan Upaya Kesehatan Penglihatan 2025-2030,” ucapnya.
Komitmen ini sejalan dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, yang menegaskan tanggung jawab pemerintah dalam menyediakan layanan kesehatan mata yang aman, bermutu, dan terjangkau.
Melalui pendekatan Perawatan Mata Terpadu yang Berpusat pada Masyarakat, Indonesia menargetkan peningkatan skrining dini dan perluasan akses alat bantu penglihatan sesuai Peta Jalan Kesehatan Penglihatan 2025–2030.
Langkah strategis yang ditempuh antara lain pendirian Vision Centre di layanan primer, penerapan teleoftalmologi untuk menjangkau wilayah terpencil, penguatan tenaga kesehatan dan fasilitas, serta peningkatan literasi public tentang pentingnya pemeriksaan mata rutin.
"Dengan menangani gangguan refraksi secara menyeluruh, Indonesia sedang mengatasi hambatan pembangunan manusia," ujar Dr. N. Paranietharan, Perwakilan WHO untuk Indonesia. "Inisiatif ini menggabungkan peningkatan layanan dengan reformasi sistemik dan keterlibatan multipihak, sehingga menjadi model bagi negara-negara lain. WHO siap mendukung Indonesia dalam mencapai cakupan kesehatan mata universal pada 2030," tambahnya.
Kolaborasi multipihak ini melibatkan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, profesi medis, kelompok disabilitas, lembaga pembangunan, dan mitra swasta. Fokus utamanya adalah menyelaraskan kebijakan, memperluas layanan, dan memastikan kelompok rentan memperoleh manfaat setara.
Dampak nyata dari kolaborasi ini diharapkan mencakup peningkatan prestasi belajar, turunnya angka putus sekolah, meningkatnya produktivitas pekerja, berkurangnya cedera dan kecelakaan, serta terjaganya kemandirian lansia.
Masyarakat di daerah terpencil pun akan semakin mudah mendapatkan layanan kesehatan mata berkualitas melalui skrining bergerak dan teknologi telemedisin.