Cuan Terus Mengalir, Begini Rahasia Investasi Saham yang Tahan Banting
Moms and Dads, pernah dengar soal perang dagang? Nah, gara-gara itu, banyak orang bingung mau investasi apa. Tapi, tenang saja, ada kabar baik, nih! Ada saham-saham yang bisa bikin kita untung banyak, lho.
Menurut pakar dari Mirae Asset, ada sekitar 80 saham yang bisa jadi pilihan kita. Saham-saham ini biasanya bagi-bagi untung (dividen) ke pemegang sahamnya. Jadi, selain harganya naik, kita juga dapat uang tambahan.
Pada kesempatan Media Day Selasa, 14 Januari 2025, di Pacific Century Place, SCBD, Jakarta, Handiman Soetoyo, Head of Proprietary Investment Mirae Asset, mengatakan, “Ada 80 saham yang dapat menjadi pilihan yang baik untuk mendapatkan keuntungan investasi ketika pasar saham penuh ketidakpastian tahun ini.”
Di dalam acara bertajuk “Secure Greater Returns with Dividend Stocks in 2025” tersebut, Handiman mengatakan, 80 saham Perusahaan berdividen tinggi itu tersebar di seluruh sektor usaha yang ada di bursa, kecuali sektor properti.
Dari 80 saham tersebut, lima saham utama pilihan mereka adalah PT BPD Jawa Timur Tbk (BJTM), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), dan PT Trans Power Marine Tbk (TPMA).
Kelima saham tersebut dia prediksi akan menjadi penyumbang terbesar dari prediksi total dividen perusahaan penghuni bursa saham tahun ini Rp 322,4 triliun (-11,4%). Prediksi dividen 2025 tersebut turun dibanding tahun sebelumnya lebih disebabkan oleh adanya kejadian yang di luar kebiasaan pada tahun lalu, terutama dari dividen spesial PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) senilai Rp 41,53 triliun.
Perusahaan-perusahaan berdividen tinggi tersebut, lanjutnya, berpotensi kembali menawarkan dividen yang menarik tahun ini terutama berkaca pada catatan historis pembayaran dividen tahun lalu.
Pada 2025, Handiman mencatat nilai dividen yang dibagikan perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia pada 2024 kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa Rp 364,2 triliun (+1,9% YoY).
Nilai dividen Rp 364,2 triliun yang dibagikan pada 2024 tersebut mencakup dividen tahun buku 2023, termasuk dividen interimnya. Untuk musim dividen, dia mengatakan puncak musim dividen setiap tahunnya jauh pada Maret-Juni dan di sepanjang kuartal IV.
Sepanjang 2024, sektor keuangan dan energi masih menjadi dua sektor dengan kontribusi dividen terbesar dengan kontributor utama seperti ADRO, BBRI, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI).
“Hal ini mengonfirmasi kedua sektor tersebut masih menjadi sektor yang paling menarik bagi investor yang mengincar dividen,” tutur Handiman.
Tahun lalu, lanjutnya, jumlah perusahaan tercatat yang membagikan dividen juga semakin meningkat yaitu 342 perusahaan (dari 323 perusahaan pada 2023) seiring dengan bertambahnya emiten baru di pasar saham.
Meskipun naik secara jumlah, rasio perusahaan pembagi dividen dengan total perusahaan yang listing di bursa turun yaitu 38,3% pada 2024 (dari 39,4% pada 2023) seiring dengan lebih sedikitnya perusahaan tercatat baru yang membagikan dividen.
Pada kesempatan yang sama, Rully Arya Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, menyatakan masih optimistis pasar modal Indonesia 2025 masih akan positif. Prediksi bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat mencapai 8.000 tahun ini juga masih diyakini Rully dapat terealisasi di tengah potensi perang dagang di era pemerintahan Donald Trump Jilid 2 di AS.
“Meskipun sekarang pelaku pasar masih menunggu berita positif dari global dan dalam negeri, kami masih optimis terhadap pasar saham Indonesia karena dua faktor dari dalam negeri, yaitu inflasi yang stabil dan daya beli yang terjaga,” kata Rully.
Untuk inflasi, tuturnya, Indonesia terus menunjukkan penurunan, didukung oleh stabilitas harga bahan makanan. Dia memperkirakan harga bahan makanan akan tetap stabil di tahun depan, selama tidak ada gangguan cuaca ekstrem yang dapat memengaruhi produksi pangan.
Dia menambahkan bahwa dengan stabilnya harga bahan makanan, serta pembatasan pemberlakuan efektif PPN 12% oleh pemerintah, khusus untuk barang dan jasa mewah akan menjadi faktor positif dalam menjaga daya beli dan konsumsi masyarakat Indonesia.
Untuk makroekonomi, Rully dan Tim Riset memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 akan mencapai 5% dengan posisi suku bunga acuan 5,5% pada akhir tahun. Menurutnya, dengan kondisi pasar yang masih berfluktuasi tajam dan antisipasi terhadap efek dari kebijakan Trump, Bank Indonesia kemungkinan baru akan menurunkan suku bunga pada semester II/2024.
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor makroekonomi tersebut, pasar modal Indonesia tetap memiliki prospek yang positif pada 2025. Kondisi global yang penuh tantangan diharapkan dapat dihadapi dengan kebijakan yang tepat dan sinergi dari seluruh pemangku kepentingan.