

Dukung Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial Lewat Lomba Berpikir Komputasional, Kudus Siap Cetak Generasi Cerdas Digital
Moms, si kecil tertarik dengan dunia pemrograman atau koding? Pernah membayangkan anak-anak sudah jago bikin animasi sendiri atau merakit robot sejak kecil? Di Kudus, hal itu bukan lagi mimpi.
Ya, kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menjadi salah satu daerah yang serius mengembangkan pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial (KKA) sejak usia dini, lho! Sejak 2023, pelatihan dan pendampingan berpikir komputasional telah menjangkau berbagai jenjang satuan PAUD hingga SD/MI, melibatkan ratusan guru dan ribuan siswa.
Mungkin Moms bertanya-tanya, apa itu berpikir komputasional? Berpikir komputasional adalah cara berpikir logis dan sistematis untuk menyelesaikan masalah, mirip seperti cara kerja komputer. Ini bukan berarti anak harus menjadi programmer, Moms, tapi mereka belajar memecah masalah besar menjadi bagian kecil, mengenali pola, dan mencari solusi langkah demi langkah.
Berpikir komputasional ini penting bagi anak, mengapa? Manfaatnya banyak sekali, antara lain: membantu anak belajar memecahkan masalah dengan tenang dan terstruktur, meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan logis, serta mengembangkan cara berpikir kreatif dan efisien.
Nah, sebagai salah satu momentum dari rangkaian program pelatihan dan pendampingan berpikir komputasional ke sekolah-sekolah di Kudus, lebih dari 250 siswa SD/MI mengikuti Festival dan Lomba Berpikir Komputasional di Pendopo Kabupaten Kudus pada Minggu (27/07).
Program berpikir komputasional yang diterapkan di Kabupaten Kudus sejalan dengan langkah strategis Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah dalam mendorong Pembelajaran Koding dan Kecerdasan Artifisial. Seperti disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti dalam beberapa kesempatan, pembelajaran KKA ini dirancang untuk membentuk kemampuan berpikir logis, analitis, dan juga kesadaran etis. Hal ini selaras dengan Asta Cita ke-4, yaitu memperkuat pembangunan sumber daya manusia, sains, teknologi dan pendidikan.
Diuraikan oleh Felicia Hanitio, Deputi Direktur Program Bakti Pendidikan Djarum Foundation, pihaknya sudah mempelajari dan mengembangkan program pelatihan untuk berpikir komputasional selama beberapa tahun ini. “Mulai tahun 2021, kami mulai belajar, riset, dan melihat bahwa computational thinking semakin disebut sebagai keterampilan abad ke-21 yang tidak kalah penting dibanding berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan lain-lain,” urainya saat ditemui di sela-sela acara penutupan Festival dan Lomba Berpikir Komputasional tingkat SD/MI di kabupaten Kudus, Minggu (27/7).
“Waktu itu juga kami melihat dunia semakin cepat berubah, perkembangan teknologi sangat pesat. Kami menyadari bahwa ini adalah sesuatu yang perlu ditanamkan sejak usia dini, tapi harus dengan cara yang tidak terasa terlalu berat,” sambungnya.
Setelah melalui berbagai pengembangan, metode berpikir komputasional akhirnya mulai diperkenalkan di Kudus pada 2023 melalui pendampingan bagi kepala sekolah dan guru dari 36 satuan PAUD, yang memberi manfaat bagi lebih dari 10.300 siswa.
Inisiatif yang digagas oleh Bakti Pendidikan Djarum Foundation ini diperluas melalui kerja sama dengan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Kudus yang pada 2024 mendiseminasikan pelatihan kepada 160 guru TK, KB, SPS, dan Taman Pengasuhan Anak (TPA). Selain itu, Bakti Pendidikan Djarum Foundation turut berkolaborasi dengan Direktorat Guru PAUD dan Pendidikan Nonformal untuk menyusun dan mengimplementasikan materi pelatihan berpikir komputasional bagi guru PAUD di berbagai daerah Indonesia.
Sejak akhir 2024, program penguatan berpikir komputasional diperluas ke 11 SD/MI, menjangkau lebih dari 4.900 siswa penerima manfaat.
Data juga membuktikan keberhasilan pendekatan ini. “Dalam waktu dua bulan, skor rata-rata siswa kelas 4 sampai 6 dalam tes BEBRAS—sebuah inisiatif internasional yang mengukur keterampilan Computational Thinking, meningkat 62% dari skor awal,” terang Felicia. Ini jadi sinyal positif bahwa metode yang mereka terapkan benar-benar memberi hasil.
Menariknya Moms, pelajaran koding ini bukan yang bikin dahi berkerut, justru jadi momen menyenangkan bagi anak-anak. Tak heran jika penerapan berpikir komputasional di kelas disambut antusias oleh siswa. Contohnya di SD 2 Barongan, anak-anak kelas 5 begitu antusias saat belajar block coding di Scratch, mereka aktif bertanya dan merasa senang mendapat hal baru. Sedangkan di MI Muhammadiyah Al Tanbih, anak-anak kelas 2 kini belajar matematika lebih seru dengan melibatkan permainan yang mengasah kemampuan abstraksi dan dekomposisi untuk memahami ruas garis pada bangun datar dari objek di sekitar mereka.
Festival dan Lomba Berpikir Komputasional yang diikuti lebih dari 250 siswa menjadi ajang menunjukkan kreativitas dan pemecahan masalah mereka. Mulai dari merakit robot bertema Sustainable Development Goals (SDGs), membuat animasi di Scratch dengan block coding, hingga tantangan unplugged seperti menyusun algoritma penunjuk jalan, mengikuti instruksi gerakan dengan loop, menyortir koin, dan menyelesaikan pola, seluruh kegiatan berlangsung dengan penuh semangat dan daya cipta.
“Saya mengapresiasi langkah inovatif berbagai pihak dalam memajukan pendidikan di Kudus,” ujar Bupati Kudus Sam’ani Intakoris. “Semoga inisiatif ini menjadi titik awal dari gerakan yang menjadikan Kudus pionir pembelajaran koding dan kecerdasan artifisial sejak usia dini.”
Sementara itu, Primadi H. Serad, selaku Direktur Program Bakti Pendidikan Djarum Foundation menuturkan bahwa upaya pengembangan berpikir komputasional dirancang untuk dapat meningkatkan skor Programme for International Student Assessment (PISA) di Kudus.
“Dari berbagai riset yang kami pelajari, berpikir komputasional dapat melatih cara berpikir kritis, numerasi, literasi dan sains yang dinilai dalam tes PISA. Visi kami adalah bahwa Kudus bisa mencapai skor PISA yang setara dengan rata-rata negara maju di Organisation for Economic Development (OECD), sambil mempertahankan dasar pendidikan karakter dan keterampilan sosial emosional yang kuat,” tutup Primadi.
Dengan pendekatan yang tepat sejak dini, bukan tak mungkin Kudus akan menjadi sumber talenta digital masa depan Indonesia. Jadi, yuk Moms dukung anak-anak untuk belajar berpikir kreatif dan komputasional sejak dini!