ads

Inovasi Terbaru untuk Pasien Jantung: PFA (Pulsed Field Ablation), Terobosan Cepat dan Aman dalam Penanganan Fibrilasi Atrium Kini Hadir di Indonesia!

Efa Trapulina - Jumat, 10 Januari 2025
(kiri-kanan) dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP(K), PhD, ahli aritmia di Heartology, Dr. dr. Dicky Armein Hanafy, Sp.JP(K), ahli aritmia di Heartology, dan Dr. Faris Basalamah, Sp.JP(K), Direktur Heartology Cardiovascular Hospital (Foto: Efa)
(kiri-kanan) dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP(K), PhD, ahli aritmia di Heartology, Dr. dr. Dicky Armein Hanafy, Sp.JP(K), ahli aritmia di Heartology, dan Dr. Faris Basalamah, Sp.JP(K), Direktur Heartology Cardiovascular Hospital (Foto: Efa)
A A A

Penyakit jantung, termasuk gangguan irama jantung atau aritmia, merupakan penyebab utama kematian di Indonesia. Salah satu jenis gangguan irama jantung yang paling banyak ditemukan adalah fibrilasi atrium (FA). Diperkirakan lebih dari 3 juta orang di Indonesia mengidap kondisi ini, dan jumlahnya diperkirakan terus meningkat seiring bertambahnya usia.

Fibrilasi atrium terjadi ketika serambi (atrium) jantung berdenyut sangat cepat dan tidak beraturan. Padahal, pada kondisi normal, jantung kita akan berdenyut sekitar 60-100 kali per menit saat santai. Namun pada FA, serambi jantung bisa berdenyut lebih dari 400 kali per menit, yang dapat mengganggu fungsi jantung.

Bahaya yang Mengintai: Stroke dan Gagal Jantung

Kondisi ini sangat berbahaya, karena meningkatkan risiko pembentukan bekuan darah yang dapat menyebabkan stroke. Bahkan, pasien dengan fibrilasi atrium berisiko 4-5 kali lebih tinggi mengalami stroke dibandingkan dengan orang yang tidak menderita kondisi ini. Selain stroke, risiko gagal jantung, depresi, dan demensia juga meningkat, yang tentunya akan memperburuk kualitas hidup pasien dan menambah biaya pengobatan.

Dr. dr. Dicky Armein Hanafy, Sp.JP(K), seorang ahli aritmia di Heartology Cardiovascular Hospital, menjelaskan bahwa aritmia bisa terjadi karena berbagai faktor: termasuk kelainan struktur jantung, tekanan darah tinggi, gangguan tiroid, atau bahkan efek samping obat-obatan tertentu.

Konferensi pers Revolusi Tatalaksana Fibrasi Atrium dengan Teknologi PFA
Konferensi pers Tatalaksana Fibrasi Atrium dengan Teknologi PFA 

“Gejala-gejala yang biasa dirasakan oleh pasien dengan fibrilasi atrium antara lain jantung berdebar-debar (palpitasi), pusing, nyeri dada, dan mudah lelah. Keluhan ini jika tidak ditangani dengan tepat, dapat berkembang menjadi masalah yang jauh lebih serius,” terangnya saat ditemui pada acara diskusi media di Heartology Cardiovascular Hospital, Jakarta, Rabu (8/1/25).

Deteksi Dini dan Pengobatan yang Tepat

Itulah mengapa, untuk menghindari komplikasi lebih lanjut, deteksi dini menjadi hal yang sangat penting. Pemeriksaan seperti elektrokardiogram (EKG) atau pemantauan jantung Holter dapat membantu mendiagnosis aritmia sejak awal. Dengan begitu, pengobatan dan kontrol faktor risiko dapat dilakukan lebih cepat dan lebih efektif.

Namun, jika terapi obat-obatan (medikamentosa) tidak berhasil, tindakan invasif seperti kateter ablasi menjadi pilihan. Langkah ini diambil untuk mencegah memburuknya fungsi pompa jantung (gagal jantung), menurunkan risiko stroke dan memperpanjang usia pasien.

Kateter ablasi adalah prosedur yang digunakan untuk mengatasi gangguan irama jantung dengan cara menghancurkan atau merusak jaringan yang memicu aritmia. Selama ini di Indonesia, teknik kateter ablasi yang paling sering digunakan adalah Radiofrequency Ablation (RFA) dan Cryoballoon Ablation.

Nah, terkait hal ini, ada kabar baik Moms dan Dads. Ada teknologi mutakhir terbaru dalam dunia kardiologi yang membawa pendekatan baru pada tatalaksana fibrilasi atrium, yaitu teknologi Pulsed Field Ablation (PFA).

PFA: Teknologi Canggih yang Membawa Harapan Baru

Heartology Cardiovascular Hospital kini menjadi rumah sakit pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi PFA dalam penanganan fibrilasi atrium.

“Dr. Michel Haissaguerre, seorang dokter spesialis jantung asal Prancis, menemukan bahwa sebagian besar pencetus atau pemicu aritmia berasal dari area sekitar vena pulmonalis, yang menghubungkan paru-paru ke serambi kiri jantung. Ini menyumbang sekitar 84 persen kasus. Jika kita bisa mengatasi masalah (aritmia) di area ini, maka gangguan tersebut bisa dihilangkan,” terang dr. Sunu Budhi Raharjo, Sp.JP(K), PhD, ahli aritmia di Heartology Cardiovascular Hospital. 

Nah, prosedur penanganan awal yang biasa digunakan adalah ablasi thermal, salah satu contohnya dengan menggunakan energi panas. “Dengan metode ini, kita menghilangkan pemicu satu per satu, biasanya sekitar 200 titik. Namun, proses ini cukup memakan waktu. Alternatif yang lebih cepat adalah dengan menggunakan teknologi Pulsed Field Ablation (PFA) yang lebih efisien dan aman,” lanjut dr. Sunu.

dr. Sunu menunjukkan kateter yang digunakan pada teknologi PFA
dr. Sunu menunjukkan contoh kateter yang digunakan pada penanganan FA dengan teknologi PFA

PFA sendiri merupakan salah satu kategori kateter ablasi (tindakan invasif minimal non-bedah) non-thermal yang bekerja melalui proses electroporation, yaitu pengiriman gelombang listrik pendek yang membuka pori-pori membran sel sehingga jaringan yang ditargetkan dapat dihancurkan dengan aman tanpa mempengaruhi jaringan lainnya.

Tatalaksana ini berbeda dengan ablasi thermal yang menggunakan energi radio frekuensi, yaitu energi panas untuk menciptakan lesi, atau energi krio (cryo) yang menggunakan energi dingin untuk membekukan jaringan. PFA bekerja dengan mengirimkan gelombang listrik dalam waktu sangat singkat untuk menghancurkan jaringan yang bermasalah tanpa merusak jaringan sehat di sekitarnya.

Oleh karena sifat terapinya yang selektif, maka tindakan ablasi dengan PFA ini lebih cepat, lebih efektif dan lebih aman bagi pasien.

dr. Sunu dengan lugas mengungkapkan, PFA adalah sebuah terobosan besar dalam pengobatan fibrilasi atrium. “Pulsed Field Ablation (PFA) adalah sebuah game changer dalam pengobatan fibrilasi atrium. Teknologi menggunakan gelombang listrik ini memberikan presisi tinggi dalam menghancurkan jaringan yang bermasalah, tanpa merusak jaringan sehat di sekitar jantung. Tidak hanya lebih aman dibandingkan metode ablasi konvensional, tetapi juga mempercepat waktu prosedur dan pemulihan pasien. Ini berarti pasien dapat kembali menjalani aktivitas mereka dengan lebih cepat dan risiko komplikasi yang lebih rendah,” katanya.

PFA tidak hanya lebih cepat, tetapi juga lebih aman karena energi yang digunakan lebih terfokus pada jaringan motorik jantung, tanpa memengaruhi jaringan lainnya seperti pembuluh darah dan organ sekitar. Selain itu, PFA memberikan hasil yang lebih presisi dan memiliki kemungkinan efek samping yang lebih rendah.

“Di Asia Tenggara, Indonesia menjadi negara ketiga yang menggunakan teknologi PFA untuk menangani AF setelah Singapura dan Malaysia,” imbuh dr. Sunu.

Kasus Nyata: Keberhasilan PFA pada Pasien Fibrilasi Atrium

Pada 28 Desember 2024, Heartology berhasil menangani seorang pasien berusia 65 tahun asal Sumatera Barat yang menderita fibrilasi atrium. Keluhan yang dirasakan terutama berupa berdebar, dada tidak nyaman dan mudah lelah. Pasien telah menjalani pengobatan FA di daerah asalnya selama beberapa tahun, namun tidak menunjukkan hasil memuaskan.

Akhirnya dia memutuskan mencari solusi lebih lanjut dan dirujuk ke Heartology.

“Pasien mengalami kelelahan lebih cepat dalam 1-2 bulan terakhir, disertai dengan riwayat penyakit hipertensi, tapi cukup terkontrol. Setelah pemeriksaan, hasil EKGnya kacau, menunjukkan gangguan ritme jantung, yang dipastikan sebagai AF. Pasien disarankan untuk menjalani prosedur ablasi PFA pada 28 Desember,” terang dr. Sunu.

Prosedur PFA dimulai dengan memasukkan alat kateter khusus melalui pembuluh darah di paha (vena femoralis). Dari sana, kateter diarahkan menuju jantung, lebih khususnya ke atrium, tempat terjadinya gangguan irama pada fibrilasi atrium. Dokter akan memberikan kejutan atau semburan listrik pendek ke jaringan yang memicu aritmia.

“Dengan teknologi PFA, hanya dalam waktu 2,5 detik ‘ditembakkan” di satu area, pemicu gangguan ritme jantung hilang. Kecepatan yang luar biasa dengan teknologi baru ini,” kata dr. Sunu.  

Ia mengatakan, umumnya tindakan ablasi konvensional membutuhkan durasi sekitar 4 jam, namun dengan teknologi PFA, tindakan bisa dipersingkat menjadi sekitar satu jam saja.

Dan yang lebih membahagiakan, pasien pun merasakan perbedaan yang signifikan: EKG-nya kembali normal, dan gejala yang sebelumnya dirasakan, menghilang! Pasien menjadi jauh lebih nyaman.

Dr. Faris Basalamah, Sp.JP(K), Direktur Heartology Cardiovascular Hospital, menambahkan, “Sebagai rumah sakit yang berfokus pada tatalaksana kardiovaskular, kami selalu mengedepankan inovasi demi menempatkan kenyamanan dan keamanan pasien sebagai prioritas utama. Kehadiran teknologi PFA di Heartology adalah langkah besar dalam dunia kardiologi untuk membawa layanan kesehatan jantung di Indonesia ke standar internasional. PFA memiliki keunggulan dibandingkan teknologi ablasi yang sebelumnya dengan tingkat keamanan yang lebih tinggi, namun tetap mempertahankan nilai keampuhan pengobatan yang setara terhadap pasien atrial fibrilasi yang persisten maupun non-persisten.”

PFA tidak hanya lebih cepat, tetapi juga lebih aman. Berdasarkan data luar negeri, tingkat keberhasilan PFA dalam mencegah kambuhnya fibrilasi atrium dalam waktu satu tahun adalah sekitar 84-85%, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ablasi thermal yang tingkat keberhasilannya hanya mencapai 75-80%.

Tantangan dan Harapan ke Depan

Namun, meskipun PFA membawa hasil yang luar biasa, ada beberapa tantangan dalam penerapannya, terutama bagi dokter yang baru pertama kali menggunakannya. Dr. Sunu menjelaskan bahwa adaptasi dengan teknologi baru memang membutuhkan waktu, layaknya mengganti ponsel lama dengan model baru. Namun setelah terbiasa, prosedur PFA bisa dilakukan dengan hasil yang konsisten dan reproducible (bisa diulang).

Selain itu, meskipun hasil dari prosedur PFA sangat menjanjikan, penting bagi pasien untuk tetap mengelola faktor risiko lain seperti hipertensi, diabetes, dan gaya hidup yang sehat untuk mengurangi kemungkinan kambuhnya fibrilasi atrium.

Fibrilasi Atrium pada Usia Muda

Fibrilasi atrium sering dikaitkan dengan usia lanjut, tetapi pada kenyataannya, kondisi ini juga bisa menyerang usia dewasa muda. Aritmia pada usia muda biasanya disebabkan oleh faktor sekunder seperti kelainan pada struktur jantung atau kondisi medis lainnya.

“Faktor genetik dan riwayat aritmia di keluarga juga dapat berperan. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa orang dengan tipe kepribadian tertentu, seperti yang perfeksionis dan emosional, lebih rentan terhadap gangguan irama jantung seperti fibrilasi atrium. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengelola stres dan emosi dengan baik,” tambah dr. Dicky.

Nah, bagi Moms dan Dads yang peduli dengan kesehatan keluarga, selalu ingat untuk rutin memeriksa kesehatan jantung dan menjaga gaya hidup yang sehat. Teknologi PFA adalah bukti bahwa dunia medis terus berkembang, memberikan solusi terbaik bagi kita semua.

Dengan penerapan PFA, Heartology Cardiovascular Hospital semakin memperkokoh posisinya sebagai pelopor dalam pelayanan kardiologi di Indonesia. Teknologi ini menghadirkan harapan baru bagi pasien dengan gangguan irama jantung, sekaligus menegaskan komitmen rumah sakit untuk memberikan perawatan yang berbasis kebutuhan pasien.

Kids Zone
Zona di mana buah hati Anda dapat menikmati kisah-kisah seru dalam bentuk cerita dan komik, mengeksplorasi artikel pengetahuan yang menyenangkan, serta permainan yang menarik untuk mengasah pemikiran buah hati.
Masuk Kids Zone
Latest Update
Selengkapnya
img
Hidup Sehat Kini Makin Mudah, Gunakan Fitur Health Plan di Aplikasi untuk Rekomendasi Makanan dan Olahraga yang Sesuai
img
Inovasi Terbaru untuk Pasien Jantung: PFA (Pulsed Field Ablation), Terobosan Cepat dan Aman dalam Penanganan Fibrilasi Atrium Kini Hadir di Indonesia!
img
Mau Ikut Acara Lari? Ini Tips Mengelola Heart Rate dan Pace Ketika Berlari
img
Prioritaskan Kesehatan untuk Libur yang Menyenangkan