Kembangkan Keterampilan Berpikir Kritis dan Analitis Melalui Novel Sejarah
Menjelang Hari Kemerdekaan Indonesia, semakin jelas bahwa masih banyak aspek sejarah kolonial Belanda yang kurang dikenal. Meskipun pendidikan kita telah memperkenalkan kita pada perjuangan fisik dan intelektual para pahlawan, kenyataan pahit tentang perbudakan orang-orang yang dijajah oleh Belanda, sebagian besar terabaikan.
"Tak banyak yang mengetahui sejarah perdagangan budak dari Nusantara ke Afrika Selatan di abad ke-18; tempat yang juga menjadi tempat pengasingan bagi para pejuang dan pangeran Nusantara yang melawan VOC," kata Isna Marifa, penulis Novel sejarah berjudul Sapaan Sang Giri pada acara bedah buku Novel tersebut, Sabtu, 03 Agustus 2024 di Dia.lo.gue, Kemang, Jakarta Selatan. "Penggalan sejarah ini begitu menghantui, sampai saya tergugah untuk menulis buku ini," ucapnya.
Novel ini bisa menjadi salah satu sumber untuk mempelajari sejarah, dimana sangat penting dalam memahami masa kini dan membentuk masa depan. Sejarah memberi kita wawasan tentang asal-usul dan perkembangan budaya, masyarakat, dan bangsa, yang membantu kita menghargai keragaman dan kompleksitas pengalaman manusia.
Dengan mempelajari peristiwa masa lalu, kita memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang penyebab dan konsekuensi dari tindakan, memungkinkan kita belajar dari keberhasilan dan menghindari pengulangan kesalahan.
Sejarah juga mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan analitis, karena memerlukan evaluasi sumber, interpretasi bukti, dan pemahaman perspektif yang berbeda. Selain itu, sejarah menanamkan kepekaan tentang jati-diri dan kontinuitas, menghubungkan kita dengan akar kita dan menyoroti perjuangan dan pencapaian pendahulu kita.
Pada akhirnya, sejarah bukan hanya tentang masa lalu; sejarah adalah alat penting untuk menavigasi masa kini dan membangun masa depan yang lebih baik.
Tentang Cerita Buku Ini
Sapaan Sang Giri diterbitkan oleh Kabar Media Books, sebuah penerbit yang berlokasi di Indonesia. Ceritanya berkisar pada Parto dan Wulan, yang mendapati diri mereka diperbudak di Tanjung Harapan, Afrika Selatan karena ketidakmampuan Parto membayar utang. Bersama rekan-rekan buruh perkebunan, mereka berupaya mempertahankan budaya dan cara hidup Jawa di lingkungan asing tersebut.
Melalui penceritaan yang rumit dan pengembangan karakter yang bernuansa, Sapaan Sang Giri tidak hanya menggali kerinduan para karakter terhadap tanah airnya, tetapi juga memberikan gambaran sekilas tentang sejarah Jawa dan Cape Colony.
Pembaca diperkenalkan pada pengaruh abadi ajaran spiritual Jawa, yang membimbing para protagonis melalui perjuangan mereka. Selain itu, Novel ini menggambarkan tahap awal berkembangnya masyarakat multikultural di Afrika Selatan, yang dikenal sebagai komunitas Cape Malay.
Setiap halaman Sapaan Sang Giri menjadi sebuah pengingat yang menyentuh akan ketangguhan umat manusia dan pencarian identitas yang terus berlanjut di tengah arus sejarah yang bergejolak.
Merayakan Penulis Perempuan Indonesia
Buku ini adalah perayaan bagi para penulis perempuan Indonesia. Mengakui penulis perempuan di Indonesia sangat penting untuk mendorong bentangan sastra yang lebih inklusif dan beragam.
Penulis perempuan membawa perspektif dan suara unik yang memperkaya kain sastra Indonesia, dengan mengangkat tema dan pengalaman yang mungkin akan terabaikan. Kontribusi mereka membantu menantang dan memperluas narasi tradisional yang didominasi oleh sudut pandang laki-laki, menawarkan wawasan baru tentang kompleksitas masyarakat, budaya, dan sejarah Indonesia.
Dengan merayakan dan mendukung penulis perempuan, kita tidak hanya mengakui kreativitas dan bakat mereka, tetapi juga menginspirasi generasi perempuan berikutnya untuk mengejar hasrat mereka dalam menulis. Pengakuan ini sangat penting untuk mencapai kesetaraan gender dalam dunia sastra dan memastikan bahwa berbagai cerita dan sudut pandang didengar dan dihargai.