Mulai dari Tenun, Kain Negeri, Hingga Batik Kalimantan Dipamerkan Di Gelaran Mode Ini
Pada hari kedua penyelenggaraan JF3 2024 beberapa desainer tampil memamerkan koleksi mereka yang dirangkum dalam 4 show.
Show pertama menampilkan Jalinan Lungsi Pakan” by Cita Tenun Indonesia (CTI). Pada kesempatan ini, CTI mengangkat beragam jenis Tenun dengan teknik pembuatan dan karakteristik berbeda. Desainer mode Andreas Odang, Eridani, Hian Tjen, Sherlyta Puspa Lestari serta Zico Halim dan Margaretha Novianty dari label Tangan Privé ditunjuk untuk memaparkan tafsiran partikular akan keindahan karakteristik kain Tenun tersebut dalam wujud busana modern.
Koleksi bertema “Tenun Kontemporer” dari Hian Tjen yang menggabungkan bahan berkualitas tinggi seperti sifon dan organza dengan motif khas Sambas, Kalimantan Barat. Koleksi dari Andreas Odang dengan tema “Under the Balinese Sun” yang menggabungkan keanggunan tradisional kain songket Bali dengan sentuhan modern dari taffeta dalam palet warna earthy yang lembut. Koleksi dengan tema “Muna” oleh Eridani yaitu busana ready-to-wear modern dengan menampilkan keunikan dan keindahan kain tenun Muna dari Sulawesi Tenggara yang diinterpretasikan dengan sentuhan kontemporer. Koleksi bertema “TANGAN Prive for CTI” oleh Tangan Official yang terinspirasi dari keindahan budaya Pulau Tidore dalam balutan estetika kontemporer. Koleksi ready-to-wear dari Sherlyta dengan tema “Roemah Noesantara: Lombok” memadukan elemen tradisional khas Sabuk Anteng dari Lombok dengan siluet feminin yang elegan, serta aksen detail playful seperti pita, manik, dan patchwork.
Show kedua menampilkan “Kain Negeri” by IPMI/IFDC Rama Dauhan, Wilsen Willim, Yosafat, Adeline Ester & Ria Miranda.
Koleksi bertema “Batik Solo” dari Rama Dauhan yaitu reinterpretasi batik dalam konsep androgyny, terinspirasi dari hasrat para selir Keraton Surakarta terhadap pemberontakan peran gender dalam tatanan kerajaan. Koleksi dari Wilsen Willim dengan tema “Tenun Sutera Liar” yang menginterpretasi karya Simon ‘Lenan’ Setijoko, maestro tenun sutera liar yang memadukan sulam, batik, dan lukisan dalam karya seni yang dapat dikenakan (wearable art) miliknya. Koleksi bertema “Pekalongan/Songket” oleh Yosafat dan pembatik lokal yang berhasil memadukan keanggunan kain tradisional dengan sentuhan modern. Benang perak yang menghiasi songket dipadukan dengan batik cap Pekalongan bermotif Sakura Gerjak, yang menggabungkan motif bunga sakura dan tribal. Koleksi bertema “Batik Pekalongan” dari Adeline Esther yaitu koleksi ready-to-wear deluxe yang memadukan siluet modern dengan batik Pekalongan dan detail drape yang terinspirasi dari legenda putri kerajaan Jawa, serta koleksi clutch bag berbentuk Keong Mas hasil kolaborasi dengan desainer aksesori ternama, Rinaldy A. Yunardi. Koleksi bertema “Tenun Garut” dari Ria Miranda mempresentasikan kisah cinta Naito, mantan tentara Jepang, kepada tenun Garut dengan siluet modern yang chic, dihiasi renda dan drapery, merefleksikan filosofi kasih sayang Naito, yang diwujudkan dalam keindahan tenun Garut.
Show ketiga menghadirkan tema “Eclectic Artistry” by Danny Satriadi. Koleksi ini memperkenalkan keanekaragaman warna Batik Kalimantan Tengah ditambahkan kerajinan tangan berupa anyaman rotan dan kerajinan logam yang tak hanya indah namun juga mengandung nilai budaya yang penuh akan filosofi.
Show terakhir menghadirkan “The Rhythm of Life” by Hartono Gan. Koleksi ini menggambarkan romansa kehidupan sehari-hari dalam koleksinya. Hartono Gan mengeksplorasi bahan katun gabardine, katun twill yang dipadukan dengan kain yang sophisticated.