Tak Sadar Menyandang Katarak, Menjadi Alasan Terbesar Pasien Enggan Dioperasi!
Katarak, masih menjadi momok terbesar gangguan penglihatan di dunia. Pada 2020 saja, secara global, lebih dari 100 juta orang menderita katarak dan 17 juta di antaranya mengalami kebutaan. Di Indonesia, Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) menyebut penyandang kebutaan berjumlah 1,6 juta orang, dengan sekitar 80 persen disebabkan oleh katarak. Meski bisa menyebabkan buta, katarak sebenarnya sangat bisa direhabilitasi, yakni dengan operasi.
Sayangnya, masih banyak penyandang katarak yang belum menjalani operasi. Ironisnya lagi, alasan terbanyak belum adanya tindakan adalah karena penyandang katarak yang tak sadar mengidap gangguan penglihatan ini! Kementerian Kesehatan menyebut, selain alasan utama tidak menyadari menyandang katarak (51,6 persen); keengganan pasien juga lantaran ketidakmampuan membiayai (11,6 persen) dan takut operasi (8,1 persen). Artinya, edukasi mengenai katarak belum optimal, dan harus kian digalakkan.
Memahami situasi tersebut, eye care leader di Indonesia, JEC Eye Hospitals and Clinics bersama PERDAMI terus menggiatkan sosialisasi mengenai katarak kepada masyarakat. Yang terkini, melalui Peringatan Bulan Kesadaran Katarak 2024 (berlangsung sepanjang Juni). Tak hanya dalam tataran peningkatan kesadaran, rumah sakit mata ini juga akan memberikan tindakan operasi katarak gratis kepada masyarakat pada Oktober 2024 nanti; bagian dari inisiatif berkelanjutan Bakti Katarak yang telah berjalan selama lebih dari empat puluh tahun terakhir.
Ketua Umum PERDAMI, Prof. dr. Budu, Ph.D, Sp.M(K), M.Med.Ed. menyampaikan, “Meski banyak ditemukan pada pasien berusia di atas 50 tahun, sesungguhnya katarak tidak mengenal umur. Sebab, katarak juga bisa terjadi karena kondisi-kondisi tertentu. Semua orang bisa terkena katarak! Dan, penanganannya hanya melalui tindakan operasi! Karenanya, kita harus melakukan sosialisasi dan edukasi yang masif kepada seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah melalui PERDAMI berpesan agar kita bisa bersama-sama menekan angka kebutaan minimal 25 persen pada 2030 mendatang.”
Bersifat multifaktorial, katarak merupakan gangguan mata yang menyebabkan lensa mata menjadi keruh. Ini membuat cahaya tidak dapat melewatinya dengan benar sehingga menyebabkan penglihatan buram, berbayang, dan silau. Kesadaran tentang katarak yang masih terbatas memunculkan anggapan bahwa penyakit ini hanya diderita oleh lansia. Padahal, katarak dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang usia.
Direktur Utama RS Mata JEC @ Kedoya DR. Dr. Setiyo Budi Riyanto, SpM(K) mengatakan, “Situasi bahwa ketidakpahaman mengenai katarak sebagai alasan utama keengganan pasien untuk dioperasi perlu menjadi catatan bersama. Kami terus menekankan pentingnya pemeriksaan mata secara berkala sebagai langkah antisipatif yang jitu untuk penanganan gangguan mata sedini mungkin, termasuk katarak. Bukan hanya lansia, tetapi justru semua kalangan usia. Dengan mengetahui kondisi katarak lebih awal, penyandang bisa terhindar dari risiko semakin menurunnya kualitas hidup akibat pandangan yang semakin kabur. Pun bagi penderita katarak yang sampai tahap buta, tak perlu berkecil hati. Tindakan operasi katarak dengan beragam opsi merupakan solusi untuk mengembalikan kondisi pandangan seperti semula - sebelum terserang katarak. Dengan catatan, tidak ada kelainan pada saraf mata pasien.”
Selain kualitas hidup terganggu (karena penyandang mesti bergantung pada orang lain, perubahan aktivitas karena terbatasnya pandangan, sampai ancaman kesehatan mental), katarak yang tak ditangani dapat mengakibatkan produktivitas terhambat, sampai kerugian finansial yang signifikan. Kementerian Kesehatan memperkirakan bahwa pengeluaran rata-rata pasien yang mengalami kebutaan mencapai hampir dua kali lipat dari biaya lainnya. Sementara, pasien yang buta pada kedua mata diperkirakan mengeluarkan biaya Rp 170-196 juta. Belum lagi ditambah biaya tidak langsung yang cukup besar karena kerugian produktivitas.
Pemerintah sendiri telah menetapkan penurunan prevalensi gangguan penglihatan akibat katarak sebagai prioritas dalam “Program Penanggulangan Gangguan Penglihatan pada Peta Jalan Penanggulangan Gangguan Penglihatan di Indonesia Tahun 2017-2030”. Berbagai upaya terus dijalankan oleh pemerintah, termasuk memperluas edukasi terkait katarak serta meningkatkan kualitas dan cakupan deteksi dini dan operasi katarak secara cepat dan optimal.
Ketua Seksi Penanggulangan Buta Katarak (SPBK) PERDAMI, dr. Ahmad Ashraf Amalius, MPH, Sp.M(K), M.Kes menambahkan, “Problem pelayanan katarak adalah A, awareness; B, barriers of surgery; C, cost; dan D, distance. Kerja sama lintas sektoral sangatlah penting. Kami selalu berdampingan dengan pemerintah dan stakeholder lainnya, dalam membantu masyarakat Indonesia terbebas dari gangguan penglihatan dan kebutaan akibat katarak. Ini selaras dengan visi kami untuk meningkatkan kualitas kesehatan mata rakyat Indonesia. Salah satu langkah penting adalah edukasi mengenai pemeriksaan mata rutin, yang krusial untuk pencegahan dan penanganan dini. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat, kita dapat menekan angka kebutaan akibat katarak. Sinergi antara edukasi dan layanan medis yang optimal adalah kunci mengatasi masalah ini.”
Sebagai pionir penyedia layanan kesehatan mata di Indonesia, telah konsisten selama empat dekade menggelar Bakti Katarak - yakni tindakan operasi katarak gratis kepada kalangan yang membutuhkan. Sejak 1984, inisiatif ini telah memfasilitasi tindakan operasi katarak kepada lebih dari 3.206 orang penerima manfaat. Khusus tahun ini, rumah sakit mata ini akan melaksanakan Bakti Katarak bertepatan dengan momen World Sight Day pada pekan kedua Oktober 2024. Pelaksanaan Bakti Katarak akan melibatkan cabang-cabang JEC yang tersebar di berbagai kota.
“Operasi katarak adalah tindakan medis minim risiko dan merupakan investasi terbaik untuk kesehatan mata. Program Bakti Katarak ini menjadi wujud kepedulian kami terhadap akses layanan kesehatan mata yang memadai bagi mereka yang membutuhkan. Lebih luas, Bakti Katarak juga merupakan kontribusi aktif kami dalam mendukung upaya pemberantasan kebutaan di Indonesia,” jelas DR. Dr. Setiyo Budi Riyanto, SpM(K).