ads

Bukan Sekadar Obat, Literasi Kesehatan Jadi Kunci Inklusivitas Medis di Indonesia

Novita Sari - Jumat, 19 Desember 2025
Ki-ka: Dr. Wahyu Septiono, S.K.M., M.I.H., Dita Novianti Sugandi Argadiredja, S.Si., Apt., MM., dan Donny Wahyudi. Foto: Novi
Ki-ka: Dr. Wahyu Septiono, S.K.M., M.I.H., Dita Novianti Sugandi Argadiredja, S.Si., Apt., MM., dan Donny Wahyudi. Foto: Novi
A A A

Literasi kesehatan, mungkin istilah yang jarang kita dengar. Tapi, bayangkan sebuah keluarga di pelosok Nusantara yang kini tidak lagi bingung saat menghadapi gejala penyakit ringan. 

Mereka tidak lagi menunggu hingga kondisi kritis untuk mencari bantuan, karena mereka memiliki "senjata" paling ampuh dalam genggaman mereka, ya, literasi kesehatan. 

Dengan pemahaman yang baik, mereka tahu kapan harus melakukan perawatan mandiri (self-care) secara bertanggung jawab dan kapan harus ke fasilitas kesehatan. 

Cerita sederhana ini adalah inti dari temuan terbaru Health Inclusivity Index (HII) 2025 yang dibagikan oleh Haleon Indonesia.

Literasi bukan sekadar mengeja kata, melainkan kemampuan masyarakat untuk menavigasi sistem kesehatan demi kualitas hidup yang lebih baik.

​Sinergi Menuju Indonesia Sehat yang Inklusif

Pada kesempatan konferensi pers, Kamis (18/12/2025) di Jakarta, Donny Wahyudi, Corporate Affairs Lead, South East Asia & Taiwan, Haleon mengatakan, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan, BPJS Kesehatan, dan FKM UI, terungkap data krusial mengenai kondisi inklusivitas kesehatan di tanah air. 

"Temuan utama menunjukkan bahwa tantangan terbesar bangsa ini bukan hanya soal ketersediaan rumah sakit, melainkan bagaimana masyarakat dilibatkan secara aktif dalam menjaga kesehatannya sendiri," ujar Donny.

​Mengapa Literasi Kesehatan Begitu Penting?

Donny juga menyingkap fakta mencengangkan dimana masyarakat dengan literasi kesehatan yang rendah, menanggung biaya medis tiga kali lipat lebih mahal dibandingkan mereka yang paham kesehatan. 

Sebaliknya, lanjut Donny, peningkatan literasi kesehatan masyarakat diproyeksikan mampu menyumbang manfaat ekonomi bagi Indonesia hingga Rp47 triliun per tahun.

​Dampak Ekonomi dari Kesehatan yang Terbuka untuk Semua

​Selain literasi, indeks ini menggarisbawahi bahwa kesehatan yang inklusif membawa keuntungan finansial yang masif melalui beberapa sektor:

  • Kesehatan Mulut: Penghematan nasional bisa mencapai Rp121 triliun jika akses layanan diperbaiki.
  • Kualitas Udara: Standar udara yang lebih bersih dapat mencegah 160.000 kematian dan menghemat Rp35 triliun.
  • Penyakit Kronis: Penanganan kesehatan gusi yang tepat dapat menekan biaya pengobatan diabetes tipe 2 hingga Rp25 triliun dalam satu dekade.

​Langkah Nyata dan Kolaborasi

​Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan terus mendorong penguatan layanan primer yang mengutamakan upaya pencegahan (promotif-preventif). Literasi digital dan swamedikasi yang bertanggung jawab menjadi pilar agar beban fasilitas kesehatan berkurang.

Mereka sendiri telah membuktikan komitmennya melalui program nyata seperti Panadol Pain Phone yang melayani puluhan ribu pasien serta kampanye Polident Balikin Senyum. Pesan besarnya jelas: kesehatan inklusif bermula saat individu merasa percaya diri dan memiliki pengetahuan untuk bertindak.

Dita Novianti Sugandi Argadiredja, S.Si., Apt., MM, Direktur Produksi dan Distribusi Farmasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menyatakan, "Kami senantiasa menyambut kolaborasi multi-sektor untuk mendorong masyarakat Indonesia memiliki pengetahuan dan kepercayaan diri untuk mengelola kesehatan mereka sendiri. Ini memberikan wawasan berharga tentang kesenjangan yang masih ada dalam layanan primer dan program promotif–preventif. Ini mengingatkan kita bahwa inklusivitas adalah prioritas kesehatan masyarakat sekaligus ekonomi. Memperkuat layanan primer dan peningkatan pemahaman kesehatan akan tetap menjadi inti dari upaya kami agar masyarakat dapat menavigasi sistem dengan lebih efektif dan mendapatkan manfaat penuh darinya.”

“Kami menyambut baik kolaborasi multi sektor untuk mendorong masyarakat Indonesia agar lebih aware terhadap kesehatan. Dalam perspektif Kementerian Kesehatan, inklusivitas adalah prinsip dasar pembangunan kesehatan yang memastikan bahwa tidak ada seorang pun yang tertinggal. Penguatan layanan primer yang mengutamakan promotif dan preventif adalah upaya yang harus dilakukan terutama dalam transformasi kesehatan. Komunikasi, informasi, dan edukasi kepada masyarakat (literasi digital) perlu terus ditingkatkan termasuk dalam melakukan self care (swamedikasi). Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong pelaksanaannya di masyarakat. Swamedikasi ini dapat digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, mencegah penyakit, menjaga kesehatan dan mengurangi beban fasilitas kesehatan,” imbuh Dita.

Dr. dr. Aditya Darmasurya, Analis Kebijakan Penjaminan Manfaat Primer Pratama, BPJS Kesehatan, menambahkan, “Penguatan upaya pencegahan dan literasi kesehatan merupakan kunci untuk memastikan keberlanjutan sistem jaminan kesehatan nasional. Ketika masyarakat memiliki pemahaman yang lebih baik dan mampu mengelola kesehatannya sejak dini, mereka akan lebih memanfaatkan layanan kesehatan secara tepat serta menghindari eskalasi perawatan yang sebenarnya dapat dicegah. Dari perspektif BPJS Kesehatan, kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan sektor swasta menjadi hal yang sangat penting untuk membangun sistem yang mendorong perilaku kesehatan yang lebih baik dan pemanfaatan layanan kesehatan yang lebih efisien.”

“Banyak tantangan kesehatan yang kita temui di masyarakat tidak bermula di rumah sakit atau klinik, namun jauh lebih awal, speerti di rumah, di sekolah, dan dalam keputusan-keputusan sehari-hari yang diambil masyarakat terkait kesehatannya. Keluarga perlu memiliki pengetahuan dan rasa percaya diri yang tepat agar dapat mencegah penyakit dengan lebih baik, mencari layanan kesehatan sejak dini, serta mengelola kesehatannya secara bertanggung jawab. Oleh karena itu, pencegahan berbasis komunitas sangatlah penting agar reformasi kesehatan benar-benar dapat diterjemahkan menjadi perbaikan nyata dalam kehidupan sehari-hari masyarakat,” Dr. Wahyu Septiono, S.K.M., M.I.H., Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia juga menambahkan.

Pembahasan Health Inclusivity Index Indonesia Snapshot memberikan gambaran mengenai di mana kemajuan telah dicapai, di mana kesenjangan masih ada, serta bagaimana kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil dapat menghasilkan dampak yang besar. Jalan menuju kesehatan yang inklusif dapat diukur, dan langkah ke depan adalah memastikan bahwa setiap orang, di setiap penjuru Nusantara, tidak hanya tercakup dalam sistem, tetapi benar-benar dilibatkan dan merasakan manfaatnya.

Kids Zone
Zona di mana buah hati Anda dapat menikmati kisah-kisah seru dalam bentuk cerita dan komik, mengeksplorasi artikel pengetahuan yang menyenangkan, serta permainan yang menarik untuk mengasah pemikiran buah hati.
Masuk Kids Zone
Latest Update
Selengkapnya
img
Bukan Sekadar Obat, Literasi Kesehatan Jadi Kunci Inklusivitas Medis di Indonesia
img
Penyakit Gusi: Silent Killer yang Memicu Naiknya Beban Ekonomi Keluarga dan Risiko Penyakit Tidak Menular
img
Rahasia Menjaga Kesehatan Kulit dari Dalam ala Luna Maya dan Cinta Laura
img
Tidak Perih dan Tanpa Drama, Inilah Cara Baru Keluarga Modern Hadapi Luka