Dua dari Tiga Orang Pernah Mengalami Penipuan Digital, Ini yang Harus Dilakukan
Rio, mahasiswa tahun kedua yang tinggal jauh dari orangtua. Seperti kebanyakan anak muda di kotanya, ia selalu mencari cara untuk mendapatkan penghasilan tambahan.
Suatu malam, saat sedang menjelajahi media sosial, sebuah iklan menarik perhatiannya.
Iklan tersebut menawarkan "Peluang Kerja Paruh Waktu Digital" dengan janji penghasilan minimal Rp500.000 per hari hanya dengan bekerja 1-2 jam. Syaratnya mudah: hanya perlu gawai, koneksi internet, dan deposit awal kecil untuk biaya pendaftaran dan pelatihan.
Awalnya Rio ragu, tapi kebutuhan finansial dan cerita-cerita kesuksesan palsu di kolom komentar iklan itu membuatnya tergiur. Setelah mengklik tautan, ia dihubungi oleh seseorang bernama "Bu Rani" melalui WhatsApp, yang mengaku sebagai koordinator dari sebuah perusahaan e-commerce besar.
"Ini adalah pekerjaan 'review' produk dan 'optimasi' toko online," jelas Bu Rani, yang menggunakan bahasa meyakinkan dan foto profil profesional. "Deposit awal Rp150.000 akan kami kembalikan, ditambah bonus langsung Rp50.000 setelah tugas pertama selesai."
Rio mentransfer uang itu. Tak lama kemudian, ia dimasukkan ke dalam grup Telegram yang berisi ratusan anggota lain. Di sana, para anggota terus-menerus memposting tangkapan layar bukti transferan dan testimoni penghasilan besar. Atmosfernya sangat meyakinkan.
Tugas-tugas awal terasa mudah. Rio hanya perlu menekan tombol 'like' dan memberikan 'rating' bintang lima pada produk-produk tertentu. Sesuai janji, Rp200.000 (deposit + bonus) ditransfer balik ke rekeningnya. Rasa percaya dirinya langsung melonjak. Penipuan itu terasa seperti investasi yang menguntungkan.
Lalu, Bu Rani memperkenalkan "Paket Tugas Level Lanjutan" dengan imbalan yang jauh lebih besar. Tugas ini mengharuskan Rio mentransfer sejumlah uang terlebih dahulu untuk "membeli" produk yang akan di-review, dan uangnya akan dikembalikan bersama komisi setelah tugas selesai.
Rio mulai merasa kaya. Ia percaya bahwa ia telah menemukan jalan pintas menuju kebebasan finansial.
Keserakahan Rio dieksploitasi dengan sempurna. Bu Rani mengajukan "Tugas Ultra Premium" dengan komisi fantastis, tapi mengharuskan Rio "membeli" tiga produk secara bersamaan dengan total transfer sebesar Rp10.000.000.
Rio, yang uangnya sudah habis, nekat meminjam dari teman-temannya. Ia membayangkan komisi besar yang akan ia dapatkan, cukup untuk melunasi utang dan membeli laptop baru.
Setelah Rio mentransfer Rp10.000.000, ia menunggu pengembalian uang. Tapi tidak ada. Ia mulai bertanya di grup Telegram dan kepada Bu Rani.
"Sistem sedang error," jawab Bu Rani singkat. "Anda harus menyelesaikan satu langkah tambahan: transfer biaya administrasi sebesar Rp2.000.000 agar dana Anda bisa dicairkan."
Rio sudah mulai panik, tapi ia berpikir, 'Jika saya tidak transfer Rp2.000.000 ini, maka Rp10.000.000 saya akan hilang sia-sia!' Ia meminjam lagi dan mentransfernya.
Setelah transfer yang terakhir, Bu Rani tidak membalas lagi. Rio dikeluarkan dari grup Telegram, dan nomornya diblokir. Tiba-tiba, ia menyadari semua anggota grup adalah penipu yang bekerja sama, dan testimoni mereka hanyalah rekayasa. Semua yang ia lihat—keuntungan, kecepatan, dan profesionalisme—adalah fasad yang dirancang untuk merampoknya.
Rio duduk termenung di kamarnya, menatap layar ponselnya. Ia bukan hanya kehilangan uang belasan juta rupiah, tetapi juga kepercayaan diri dan rasa malu karena harus menghadapi utang. Pengalaman pahit itu mengajarkannya sebuah pelajaran yang sangat mahal: tidak ada kekayaan instan tanpa usaha, dan setiap peluang yang meminta uang deposit dengan janji keuntungan berlipat ganda harus disikapi dengan kecurigaan.
Rio akhirnya harus bekerja keras di dunia nyata untuk melunasi utangnya. Setiap kali ia melihat iklan pekerjaan online yang terlalu indah untuk menjadi kenyataan, ia selalu mengingat jerat tipuan digital yang hampir menghancurkan masa depannya.
Tak hanya Rio saja, ternyata sangat banyak Rio-Rio lain yang sudah terkena penipuan digital. Bahkan laporan ‘State of Scams in Indonesia 2025’ menyebut, dua dari tiga (66 persen) orang dewasa di Indonesia mengalami penipuan dalam setahun terakhir, hal ini setara dengan 55 paparan per orang per tahun.
Untuk itulah pada Jumat, 31 Oktober 2025, Global Anti Scam Alliance (GASA) bekerja sama dengan Mastercard dan Indosat Ooredoo Hutchison meluncurkan laporan GASA ‘State of Scams in Indonesia 2025’.
Sejalan dengan semangat Hari Sumpah Pemuda, laporan ini menyoroti kebutuhan penting untuk meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan siber di kalangan Generasi Z dan Milenial—kelompok pengguna digital terbesar di Indonesia.
Lanskap Penipuan Digital: Temuan Utama
- Dua dari tiga (66 persen) orang dewasa di Indonesia mengalami penipuan dalam setahun terakhir, hal ini setara dengan 55 paparan per orang per tahun.
- Sebanyak 35 persen responden menjadi korban penipuan, dan 14 persen mengalami kerugian finansial.
- Total kerugian mencapai Rp49 triliun (setara US$3,3 miliar), atau rata-rata Rp1,7 juta per orang dan 12 bulan terakhir.
- Platform yang paling sering digunakan pelaku adalah pesan langsung, seperti aplikasi pesan instan dan SMS.
- 34 persen responden berpendapat bahwa lembaga publik, terutama pemerintah, bertanggung jawab untuk melindungi masyarakat dari penipuan digital.
Reski Damayanti, Ketua GASA Indonesia Chapter dan Chief Legal & Regulatory Officer Indosat Ooredoo Hutchison, mengatakan, “Penipuan digital telah merugikan masyarakat di seluruh Indonesia—mengikis kepercayaan, menguras keuangan, dan mengancam keamanan konsumen sehari-hari. Untuk melindungi publik dan memulihkan kepercayaan, Indonesia perlu memperkuat sistem pencegahan penipuan dengan teknologi canggih seperti AI, didukung kemitraan kuat dan regulasi yang jelas.”
Aileen Goh, Country Manager, Indonesia, Mastercard dan Wakil Ketua GASA Indonesia Chapter, menambahkan, “Indonesia berada di garis depan transformasi digital yang membuka peluang baru bagi jutaan masyarakat. Namun, seiring dengan pertumbuhan ekonomi digital, ancaman penipuan juga meningkat dan menjadi risiko sistemik yang memengaruhi konsumen, bisnis, dan institusi.”
Putri Alam, Government Affairs and Public Policy Director Google Indonesia, mengatakan, “Kami berkomitmen untuk membangun ekosistem internet yang lebih aman. Pendekatan kami berfokus pada penerapan fitur keamanan berbasis AI yang tertanam langsung di produk utama kami yang didesain dengan prinsip private by default dan secure by design. Contohnya, AI pada perangkat kami memungkinkan deteksi penipuan secara real-time di Google Messages dan memperkuat fitur Safe Browsing di Chrome untuk melindungi pengguna dari situs phishing.”
Brian D. Hanley, GASA APAC Director, menegaskan, “Setiap kasus penipuan di Indonesia memiliki wajah manusia di baliknya—orang tua yang kehilangan tabungan, mahasiswa yang takut melaporkan kejahatan, atau pelaku UMKM yang tidak bisa bangkit kembali. Penipuan tidak hanya mengambil uang, tetapi juga kepercayaan antar manusia. Karena itu, pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat sipil harus bersatu untuk membangun kembali kepercayaan digital bersama.”
Tips Agar Terhindar dari Penipuan Digital
Penipu digital sering mengeksploitasi dua hal: rasa takut (ancaman) dan keserakahan (janji imbalan besar). Selalu waspada terhadap dua emosi ini.
I. Waspada Terhadap Tawaran "Terlalu Bagus untuk Nyata" (Investasi & Pekerjaan)
Ini adalah jenis penipuan yang sering menjerat korban seperti Rio:
Tolak Janji Keuntungan Instan: Jangan pernah percaya pada tawaran investasi atau pekerjaan yang menjanjikan keuntungan ratusan persen atau jutaan rupiah dalam waktu singkat (misalnya, hitungan jam atau hari). Investasi yang sah selalu memiliki risiko dan membutuhkan waktu.
Hindari Skema Deposit Awal: Jika suatu pekerjaan online (terutama yang mudah seperti "klik like" atau "review") mengharuskan Anda membayar sejumlah uang (deposit, biaya administrasi, atau biaya pelatihan) di awal, itu hampir pasti penipuan. Perusahaan yang sah akan membayar Anda, bukan sebaliknya.
Cek Legalitas: Pastikan entitas yang menawarkan pekerjaan/investasi memiliki izin resmi dari regulator terkait (misalnya, OJK atau Bappebti di Indonesia). Cek juga ulasan dan berita tentang perusahaan tersebut di luar platform yang mereka gunakan.
Cermati Tekanan Waktu: Penipu sering menciptakan rasa urgensi ("kesempatan terbatas hari ini!") agar Anda tidak punya waktu berpikir atau berkonsultasi dengan orang lain.
II. Lindungi Data Pribadi dan Keuangan (Phishing & Social Engineering)
Penipu sering menyamar untuk mencuri password atau data perbankan Anda:
Jaga OTP dan PIN: Jangan pernah, dalam kondisi apa pun, memberitahu Kode Sandi Sekali Pakai (One-Time Password / OTP), PIN, atau password Anda kepada siapa pun, termasuk yang mengaku dari bank, provider, atau e-commerce. Bank tidak pernah meminta data sensitif ini.
Abaikan Tautan Mencurigakan: Jangan mengklik tautan (link) yang dikirimkan melalui SMS, email, atau WhatsApp yang berasal dari nomor tidak dikenal atau yang mengaku dari institusi resmi dengan alasan mendesak (misalnya, akun diblokir, butuh verifikasi).
Periksa Alamat Website (URL): Sebelum memasukkan username atau password, pastikan alamat situs (URL) di browser Anda benar-benar milik institusi resmi. Penipu sering menggunakan URL yang mirip (misalnya, bankkk-aman.com alih-alih bank-aman.com).
Konfirmasi Telepon Mendadak: Jika Anda menerima telepon yang mendadak menginformasikan masalah rekening, pemenang undian, atau tunggakan, matikan telepon tersebut. Cari nomor resmi perusahaan/bank tersebut di situs resminya, lalu telepon balik untuk konfirmasi.
III. Amankan Perangkat dan Akun Anda
Tindakan proaktif yang dapat Anda lakukan:
Aktifkan Autentikasi Dua Faktor (2FA): Gunakan 2FA pada semua akun penting Anda (email, media sosial, e-commerce, dan mobile banking). Ini menambahkan lapisan keamanan, sehingga meskipun penipu tahu password Anda, mereka tetap membutuhkan kode verifikasi dari ponsel Anda.
Gunakan Password Kuat dan Berbeda: Jangan gunakan password yang sama untuk semua akun. Gunakan kombinasi huruf besar, huruf kecil, angka, dan simbol.
Perbarui Perangkat Lunak: Selalu pastikan sistem operasi, browser, dan aplikasi antivirus Anda diperbarui ke versi terbaru untuk mendapatkan perlindungan keamanan terkini.
Intinya, berhenti sejenak, curiga, dan konfirmasi adalah pertahanan terbaik. Jika ada keraguan, cari informasi dan konfirmasi melalui kanal resmi.