ads

Mengenal Uveitis, Bukan Mata Merah Biasa

Dwi Retno - Jumat, 19 September 2025
Memperingati World Retina Day 2025, dan menyambut Inflammation Eye Disease Awareness Week, JEC Eye Hospitals and Clinics menyerukan urgensi deteksi dini dan penanganan cepat untuk gangguan retina dan inflamasi mata (Foto : Freepik)
Memperingati World Retina Day 2025, dan menyambut Inflammation Eye Disease Awareness Week, JEC Eye Hospitals and Clinics menyerukan urgensi deteksi dini dan penanganan cepat untuk gangguan retina dan inflamasi mata (Foto : Freepik)
A A A

Hampir semua orang baik anak-anak maupun dewasa pernah mengalami mata merah. Mata merah ini terjadi karena berbagai penyebab, seperti iritasi, alergi, kelelahan, atau benda asing di mata. Namun, ada kondisi dimana mata merah ini adalah suatu gejala yang serius bahkan bisa sebabkan kebutaan. Mata merah yang seperti apa yang musti kita waspadai?

Gangguan pada retina, termasuk dampak peradangan seperti uveitis, acap kali mengancam diam-diam. Gejala umumnya, mata merah dan penglihatan kabur - yang kerap disepelekan. Terlambat disadari, kondisi tersebut bisa menyebabkan kerusakan retina permanen yang berujung kebutaan. Memperingati World Retina Day 2025 pada September ini, dan menyambut Inflammation Eye Disease Awareness Week pada Oktober mendatang, JEC Eye Hospitals and Clinics menyerukan urgensi deteksi dini dan penanganan cepat untuk gangguan retina dan inflamasi mata.

Retina merupakan bagian organ mata yang bertanggung jawab sebagai penghubung utama antara cahaya yang masuk ke mata menjadi sinyal visual ke otak. Gangguan sekecil apa pun pada retina berpotensi mengacaukan proses penglihatan secara keseluruhan. Tak terkecuali, inflamasi mata atau peradangan struktur okular (di antaranya uveitis, keratitis, dan skleritis) yang berisiko merusak retina.

Khusus uveitis, peradangan ini berpotensi menyerang semua kelompok umur, terutama pada kalangan usia produktif (20-60 tahun). Bahkan, uveitis menyumbang 25 persen angka kebutaan di negara berkembang. Infeksi virus dan bakteri menjadi faktor pemicu. Di Indonesia sendiri, uveitis dipicu dua penyebab terbanyak: penyakit infeksi sistemik (misalnya tuberkulosis dan toksoplasma) serta autoimun. Lebih mengkhawatirkan lagi, studi mendapati bahwa 48–70 persen kasus uveitis tergolong idiopatik, alias tidak diketahui penyebab pastinya.

Dr. Eka Octaviani Budiningtyas, SpM, Dokter Sub Spesialis Ocular Infection and Immunology, mengatakan, “Uveitis bukan sekadar peradangan mata biasa. Banyak penyandangnya yang minim mengalami gejala dini. Ketidaktahuan yang membuat pasien kerap terlambat memeriksakan matanya. Tanpa penanganan yang tepat, uveitis bisa mengarah pada gangguan mata yang lebih serius: katarak, glaukoma, kerusakan retina, hingga berujung pada kebutaan permanen. Deteksi dini dan penanganan segera menjadi solusi terefektif untuk menghindari konsekuensi lebih lanjut!” 

Secara definisi, uveitis adalah peradangan di dalam mata, khususnya pada area uvea, yaitu lapisan tengah mata (meliputi iris, badan siliaris, dan koroid). Tiga tipe uveitis terdiri atas: 1) anterior - peradangan di bagian depan uvea, 2) intermediate - peradangan di bagian tengah uvea, 3) posterior - peradangan di bagian belakang uvea, dan 4) panuvetis - peradangan di bagian depan dan belakang uvea. Gejala umum uveitis, antara lain mata merah (termasuk yang disertai rasa nyeri), penglihatan kabur atau berbayang (baik yang tidak/disertai mata merah), munculnya floaters (bintik atau bayangan kecil yang tampak melayang-layang di lapang pandang), dan photophobia - pandangan yang sensitif terhadap cahaya.

Kondisi mata merah dan pandangan yang sensitif terhadap cahaya serupa dengan gejala awal infeksi mata ringan seperti konjungtivitis (bersifat menular, biasanya disertai belek). Kemiripan ini yang membuat banyak penyandangnya abai. Lebih-lebih gejala uveitis dapat timbul secara tiba-tiba dan memburuk dengan cepat, dan muncul pada salah satu atau kedua mata. Pada penderita autoimun (misalnya lupus atau sindrom Sjogren), gejala uveitis sering terjadi pada kedua mata dengan interval waktu berbeda.

“Gejala-gejala tersebut merupakan alarm yang memerlukan perhatian medis segera. Sebab, kondisi uveitis dapat memburuk dengan cepat. Diagnosis yang akurat serta koordinasi antarprofesi medis sangat penting untuk meningkatkan keberhasilan terapi dan mencegah komplikasi. Penanganan uveitis memerlukan pendekatan menyeluruh guna mengendalikan peradangan dalam jangka panjang,” jelas Dr. Eka Octaviani Budiningtyas, SpM.

Tata laksana uveitis dimulai dengan pemeriksaan oftalmologi lengkap menggunakan slit-lamp, disertai pencitraan mata dan tes darah untuk mengidentifikasi akar penyebabnya. Selanjutnya, pemberian obat sesuai kondisi uveitis, antara lain:

  • Tetes mata kortikosteroid sebagai pengobatan lini pertama untuk mengurangi peradangan dengan cepat.
  • Dilating drops (cycloplegics) atau tetes mata untuk melebarkan pupil mata guna mengurangi nyeri akibat kejang iris dan mencegah pembentukan jaringan parut.
  • Kortikosteroid (oral ataupun suntik) untuk mengatasi peradangan sistemik pada pada kasus yang lebih berat atau uveitis posterior.
  • Imunosupresan, seperti methotrexate atau biologics, untuk kasus uveitis yang bersifat kronis atau disebabkan oleh penyakit autoimun.
  • Antibiotik, antivirus, atau antijamur - jika teridentifikasi akibat infeksi.  

Kembali pada peringatan World Retina Day 2025, perlu dicamkan bahwa gangguan retina merupakan salah satu penyebab utama kebutaan di dunia, dengan akar penyebab yang beragam bergantung pada kelompok usia. WHO memperkirakan 196 juta populasi dunia mengalami degenerasi makula dan 146 juta menderita retinopati diabetik; menempatkan keduanya sebagai gangguan retina dengan jumlah penderita terbanyak. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan mencatat prevalensi retinopati diabetik mencapai 43,1 persen.

Kids Zone
Zona di mana buah hati Anda dapat menikmati kisah-kisah seru dalam bentuk cerita dan komik, mengeksplorasi artikel pengetahuan yang menyenangkan, serta permainan yang menarik untuk mengasah pemikiran buah hati.
Masuk Kids Zone
Latest Update
Selengkapnya
img
Alergi Susu Sapi pada Anak: Moms, Dengarkan Sinyal Kecil Ini dan Pastikan Nutrisi Tepat Sejak Dini
img
3-4 dari 10 Remaja Putri Alami Anemia, Kenali Gejalanya dan Cegah dengan Cara Asyik!
img
Inspirasi Edukasi PHBS dari Dion Wiyoko: Ajarkan Anak Cuci Tangan Pakai Sabun di Sekolah dengan Cara Seru!
img
Beser atau Inkontinensia Urine Bukan Hal Memalukan bagi Lansia! Begini Cara agar Tetap Nyaman dan Produktif