

Pendidikan Perdamaian Masuk Kurikulum SD di Liquica, Anak Belajar Atasi Konflik Lewat Budaya

Pendidikan karakter anak kini semakin kuat di Liquica, Timor Leste. Lewat warisan yang ditinggalkan Program Penguatan Kohesi Sosial atau Strengthening Social Cohesion Project (SSCP) yang didanai Uni Eropa, pendidikan perdamaian resmi masuk ke dalam kurikulum sekolah dasar. Program SSCP ini dirancang untuk membantu masyarakat setempat memahami pentingnya empati, dialog, dan penyelesaian konflik sejak dini, dengan pendekatan berbasis budaya lokal seperti Tara Bandu dan Nahe Biti Boot.
SSCP telah berjalan selama 30 bulan sejak awal 2023 dan telah berakhir pada Juni 2025. Program ini merupakan bagian dari inisiatif multi-negara di bawah arahan ChildFund International di Indonesia, dengan wilayah pelaksanaan di Lampung (Indonesia) dan Liquiça (Timor Leste). Di Timor Leste, program dilaksanakan oleh ChildFund Australia melalui ChildFund Timor-Leste, berkolaborasi dengan dua mitra lokal.
“Proyek ini telah memberikan kontribusi bagi perdamaian di masyarakat dengan memperkuat pilar pencegahan melalui pendidikan perdamaian dan penyelesaian konflik menggunakan praktik berbasis budaya, di mana kaum muda diberdayakan untuk membuat keputusan dan menjadi pelopor di masyarakat mereka,” ujar Alzira Reis, Country Director ChildFund Timor-Leste.
Salah satu capaian utama adalah adanya Nota Kesepahaman (MoU) dengan Kementerian Pendidikan serta Kementerian Pemuda, Seni, dan Olahraga (MJDAC) untuk mengintegrasikan pendidikan perdamaian ke dalam kurikulum sekolah melalui kegiatan ekstrakurikuler di enam sekolah dasar. Dengan begitu, anak-anak akan tetap mendapatkan pendidikan karakter berbasis budaya meski program SSCP telah berakhir.
Selama pelaksanaan SSCP di Timor Leste, pendidikan perdamaian telah menjangkau 579 siswa dan pemuda, termasuk anak-anak usia sekolah dasar. Anak-anak diajak mengenal cara menyampaikan pendapat, menyelesaikan konflik secara damai, dan memahami nilai budaya lokal yang mendukung persatuan sosial.
Selain menyasar anak-anak, SSCP juga telah menjangkau lebih dari 1.795 anggota masyarakat di Liquiça dan Bazartete. Sebanyak 43% di antaranya adalah perempuan dan pemuda, mencerminkan fokus kuat untuk memberdayakan suara-suara yang secara tradisional kurang terwakili.
Program ini juga memperkuat kapasitas enam organisasi pemuda (LSM) dalam bidang perlindungan anak, manajemen proyek, penulisan proposal, dan advokasi.
“Kami senang melihat partisipasi kaum muda, termasuk perempuan, dalam mempromosikan perdamaian. Ketika mereka diberi ruang dan kepercayaan, mereka dapat mendorong perubahan nyata melalui suara mereka dan dialog lintas generasi,” ujar Dr. Iotam, Head of Cooperation Delegasi Uni Eropa untuk Timor-Leste.
Sebagai bagian dari upaya memperluas pemahaman masyarakat, program ini juga menyelenggarakan sesi kesadaran hukum tentang kekerasan dalam rumah tangga, seni bela diri, dan hukum pertanahan di delapan desa, yang diikuti oleh 362 individu. Kegiatan ini menjadi langkah penting dalam mendorong pencegahan kekerasan dan meningkatkan pemahaman hukum warga.
Tak hanya itu, praktik budaya seperti Tara Bandu (kesepakatan adat) dan Nahe Biti Boot (musyawarah terbuka) telah dihidupkan kembali dan diikuti oleh 838 orang. Kegiatan ini turut melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah dan lembaga kebudayaan.
“Proyek ini telah memberikan praktik terbaik, tidak hanya kepada masyarakat, tetapi juga kepada anak-anak, kaum perempuan dan pemuda dari organisasi lokal kami,” ujar Judith Maria de Sousa, Direktur Ba Faturu.
“Mari kita terus memperkuat partisipasi perempuan dan anak muda dalam mendorong perdamaian serta pencegahan konflik,” tambah Luis Ximenes, Direktur Belun.
Program SSCP mungkin telah usai, namun semangatnya terus hidup di ruang kelas dan komunitas. Dengan masuknya pendidikan perdamaian ke sekolah dasar, anak-anak Liquica kini mendapat bekal yang tak ternilai untuk tumbuh sebagai generasi yang lebih bijak, peduli, dan siap menjaga harmoni sejak dini.