ads

Pentingnya Pemahaman dan Deteksi Dini terhadap Neurofibromatosis Tipe 1 (NF1) Penyakit Langka

Dwi Retno - Kamis, 22 Mei 2025
Untuk pertama kalinya di Indonesia, anak-anak dengan NF1 yang mengalami neurofibroma pleksiform (NP) dan tidak dapat dioperasi kini memiliki akses terhadap Selumetinib (Foto : Ist)
Untuk pertama kalinya di Indonesia, anak-anak dengan NF1 yang mengalami neurofibroma pleksiform (NP) dan tidak dapat dioperasi kini memiliki akses terhadap Selumetinib (Foto : Ist)
A A A

Telah diselenggarakan sesi edukatif bertajuk “Kenali dan Pahami Neurofibromatosis Tipe 1 (NF1)” untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Neurofibromatosis Tipe 1, acara ini diadakan dalam rangka memperingati Hari Kesadaran Neurofibromatosis Sedunia (World NF Awareness Day) yang jatuh pada 17 Mei lalu. Acara ini menghadirkan pakar medis dan komunitas pasien yang berbagi wawasan mengenai pentingnya deteksi dini dalam menangani penyakit langka NF1, serta memperkenalkan terapi terbaru untuk meningkatkan kualitas hidup penderita.

Salah satu pembicara utama, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyampaikan sekitar 27 juta orang Indonesia berisiko mengalami penyakit langka. “50 persen di antaranya adalah anak-anak, dan 30 persen dari mereka tidak bertahan hidup hingga usia lima tahun. Pada tahun 2024, sekitar 75 persen kematian di Indonesia disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular (PTM), termasuk penyakit langka seperti NF1,” ujar dr. Siti Nadia Tarmizi.

Neurofibromatosis (NF) adalah kelompok penyakit langka yang ditandai dengan pertumbuhan tumor abnormal pada sistem saraf. Ada dua tipe utama Neurofibromatosis yang sama-sama memengaruhi jaringan saraf, namun memiliki karakteristik dan gejala klinis berbeda. Neurofibromatosis Tipe 1 (NF1) merupakan bentuk paling umum, mencakup sekitar 96 persen dari seluruh kasus, dan biasanya ditandai dengan munculnya bercak café-au-lait pada kulit, neurofibroma (tumor pada saraf), serta gangguan lain seperti kesulitan belajar. Sementara itu, Neurofibromatosis Tipe 2 (NF2) lebih jarang ditemukan dan umumnya ditandai oleh gangguan pendengaran akibat tumbuhnya schwannoma vestibular (tumor pada saraf pendengaran), serta disertai dengan gejala neurologis lain seperti gangguan keseimbangan atau kelemahan otot. Meskipun prevalensi NF1 cukup tinggi di antara penyakit langka lainnya, NF1 mempengaruhi sekitar 1 dari 3.000 anak-anak secara global dengan sekitar 120 bayi lahir setiap harinya. Sejumlah kasus telah tercatat di Indonesia yaitu, pada anak usia 8 tahun, anak usia 12 tahun, hingga orang dewasa yang mengalami komplikasi berupa tumor.

Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K), Dokter Spesialis Anak, Konsultan Nutrisi dan Penyakit Metabolik Anak, mengatakan, "Neurofibromatosis Tipe 1 adalah kelainan genetik langka yang bersifat multisistemik, dapat dikenali sejak usia dini, dan harus ditangani secara serius. Gejala awalnya sering tidak dikenali sebagai bagian dari penyakit, padahal bisa berkembang menjadi tumor di jaringan saraf dan berdampak pada berbagai organ. Penanganan NF1 tidak bisa dilakukan oleh satu spesialis saja—ini adalah kondisi yang membutuhkan kolaborasi dari tim medis multidisipliner sejak awal.”

“Neurofibromatosis Tipe 1 adalah kondisi genetik yang dapat dikenali sejak usia anak-anak melalui kriteria klinis yang spesifik—seperti bercak café-au-lait, freckling, glioma optik, atau neurofibroma. Jika dikenali dengan tepat, diagnosis sebenarnya tidak sulit ditegakkan. Namun dalam praktiknya, banyak gejala awal yang tidak disadari, sehingga penanganan sering terlambat. Pada kasus dengan neurofibroma pleksiform, penanganan menjadi semakin kompleks karena risiko nyeri, gangguan fungsi, hingga transformasi menjadi tumor ganas. Kondisi ini membutuhkan pemantauan jangka panjang dan pendekatan multidisipliner untuk mengelola komplikasi dan menjaga kualitas hidup pasien,” ungkap dr. Amanda Soebadi, Sp.A(K), Mmed ClinNeurophysiol, Dokter Spesialis Anak subspesialis Neurologi Anak, Konsultan Neurologi Anak.

dr. Ganda Ilmana, Sp.A(K), Subsp. HO, Dokter Spesialis Anak subspesialis Anak Ilmu Kesehatan Anak – Hematologi Onkologi, mengungkapkan “Dalam praktik klinis, pembedahan merupakan salah satu terapi utama untuk menangani NF1, terutama bila tumor menekan organ vital atau mengganggu fungsi tubuh. Namun, pada kasus neurofibroma plexiform (NP) yang tidak dapat dioperasi baik karena ukuran yang terlalu besar ataupun lokasi yang sulit, maka pilihan terapi bagi kami sangat terbatas.”

Untuk pertama kalinya di Indonesia, anak-anak dengan NF1 yang mengalami neurofibroma pleksiform (NP) dan tidak dapat dioperasi kini memiliki akses terhadap Selumetinib—terapi pertama yang diakui secara global untuk rentang usia 3 tahun ke atas dengan NF1 simptomatik. Terapi ini terbukti secara klinis mampu mengurangi ukuran tumor, meredakan nyeri, dan meningkatkan fungsi fisik serta kualitas hidup. Kehadiran Selumetinib menandai kemajuan signifikan dalam pengelolaan NF1 yang selama ini terbatas pada pilihan observasi atau pembedahan berisiko tinggi. Hal ini menjadi langkah pertama dalam memperkuat pentingnya deteksi dini dan pendekatan perawatan multidisplin guna memastikan individu dengan NF1 mendapatkan penanganan lebih efektif dan komprehensif.

dr. Feddy, Medical Director AstraZeneca Indonesia menyampaikan, “Penyakit langka seperti NF1 membawa tantangan klinis yang nyata, terutama bagi anak-anak. Kini, dengan hadirnya terapi seperti Selumetinib di Indonesia, kita melihat suatu inovasi nyata dalam penanganan dan perawatan yang sebelumnya masih terbatas. Inovasi ini diharapkan menjadi langkah awal untuk menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan penyakit langka, khususnya NF1. Dengan menekankan pentingnya deteksi dini, diagnosa yang tepat, serta penangangan tepat waktu, inisiatif ini diharapkan dapat mendorong terbentuknya sistem layanan kesehatan yang lebih baik bagi penyintas penyakit langka di Indonesia.”

“Pasien dengan penyakit langka, termasuk NF1, sering menghadapi tantangan baik dari segi medis, psikologis, dan sosial. Selain itu, karena minimnya informasi, tantangan dalam diagnosis, serta akses layanan yang belum merata menjadi hambatan nyata. Sebagai organisasi pasien, kami berharap semakin banyak pihak yang memahami dan peduli. Dengan kolaborasi lintas sektor, kita bisa menciptakan sistem yang lebih inklusif bagi semua pasien penyakit langka di Indonesia,” ujar Peni Utami, Ketua Yayasan MPS dan Penyakit Langka Indonesia.

“NF1 adalah penyakit langka yang nyata dan berlangsung seumur hidup, yang berdampak besar terhadap masa depan anak-anak. Seperti banyak penyakit langka lainnya, perjalanan menuju diagnosis sering kali rumit dan penuh ketidakpastian—dan tantangan tidak berhenti di situ. Mulai dari ketimpangan akses hingga keterlambatan pengobatan, semua ini adalah hambatan yang tidak seharusnya dihadapi sendiri oleh keluarga. Di AstraZeneca, kami percaya bahwa inovasi bukan hanya soal menghadirkan terapi, tetapi juga meningkatkan kesadaran, memperluas akses, dan memastikan tidak ada yang terabaikan. Melalui kolaborasi lintas sektor, kami ingin mendorong terbentuknya sistem kesehatan yang lebih inklusif dan responsif terhadap penyakit langka seperti NF1,” ujar Esra Erkomay, President Director, AstraZeneca Indonesia.

Kids Zone
Zona di mana buah hati Anda dapat menikmati kisah-kisah seru dalam bentuk cerita dan komik, mengeksplorasi artikel pengetahuan yang menyenangkan, serta permainan yang menarik untuk mengasah pemikiran buah hati.
Masuk Kids Zone
Latest Update
Selengkapnya
img
Pentingnya Pemahaman dan Deteksi Dini terhadap Neurofibromatosis Tipe 1 (NF1) Penyakit Langka
img
Tak Hanya Lansia, Osteoporosis juga Mulai Mengintai Anak dan Remaja, Ini Solusinya!
img
Bus Periksa Gigi Keliling Hadir, Ajak Masyarakat lebih Peduli Kesehatan Gigi dan Mulut
img
Membuka Akses Informasi untuk Keluarga Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan dan Down Syndrome