Rajawali Terbang Tinggi! Drone Karya Tiga Pelajar Indonesia Siap Jadi Mata Penyelamat Bencana

Novita Sari - Senin, 15 Desember 2025
Tim Bayu Sakti; Ksatria Wibawa Putra Murti (16 tahun), Owen Tay Jia Hao (16 tahun), dan Arga Wibawa (18 tahun) kembangkan Drone Rajawali untuk membantu penanganan bencana. Foto: Ist
Tim Bayu Sakti; Ksatria Wibawa Putra Murti (16 tahun), Owen Tay Jia Hao (16 tahun), dan Arga Wibawa (18 tahun) kembangkan Drone Rajawali untuk membantu penanganan bencana. Foto: Ist
A A A

Indonesia merupakan salah satu negara dengan risiko bencana tertinggi di dunia yang banyak menelan korban jiwa karena akses yang sulit ditembus dan informasi situasi di lapangan yang terbatas.

Kekhawatiran ini mendorong tiga pelajar Indonesia yang tergabung dalam Tim Bayu Sakti yakni Ksatria Wibawa Putra Murti (16 tahun), Owen Tay Jia Hao (16 tahun) pelajar SMA kelas 11 ACS Jakarta, dan Arga Wibawa (18 tahun) pelajar SMA Al Irsyad Satya Islamic School yang baru lulus kelas 12, mengembangkan Drone Rajawali untuk membantu penanganan bencana. 

Drone Rajawali merupakan autonomous AI-powered disaster response UAV (unmanned aerial vehicle) alias drone yang bisa melakukan mapping area, bergerak secara mandiri (autonomous), dan mampu mendeteksi beberapa indikator yang muncul saat bencana seperti retakan, label hazard, karat, dan serangkaian tantangan lainnya.

Untuk berbagi pengetahuan dan memperkenalkan teknologi drone Rajawali lebih luas, Senin (15/12/2025), Tim Bayu Sakti menggelar demonstrasi drone Rajawali di sekolah ACS Jakarta untuk unjuk kemampuan drone Rajawali yang mereka kembangkan. 

Teknologi karya Tim Bayu Sakti ini telah menyabet dua penghargaan internasional berturut-turut yaitu juara 4 kategori Drone Disaster Challenge di ajang World Robot Summit (WRS) di Fukushima, Jepang pada Oktober lalu dan juara 1 kategori Innovation AI Robot di ajang World Robot Games (WRG) di Taipei, Taiwan pada awal Desember. 

Bayu Sakti adalah perwakilan Indonesia pertama dalam sejarah WRS dan menjadi peserta termuda. Sementara di WRG, Bayu Sakti adalah tim Indonesia pertama yang memenangkan juara 1 di kategori innovation.

“Indonesia adalah negeri rawan bencana. Kami ingin mengembangkan solusi riil untuk menjawab permasalahan ini. Kerap jumlah korban bencana alam yang terbanyak bukan saat bencana terjaditapi saat bantuan tidak segera datang akibat putusnya akses transportasi dan komunikasi. Kami turut berduka atas bencana siklon tropis Senyar yang melanda saudara-saudara kita di Sumatera dan Aceh. Teknologi seperti Drone Rajawali sangat dibutuhkan untuk membantu mempercepat pemetaan kondisi lapangan dan mendukung penyelamatan di jam-jam pertama yang sangat krusial. Drone Rajawali dapat mengakses dan memberikan tiga hal utama yaitu melakukan risk assessment, memberikan informasi jalur akses, dan berperan sebagai efek pengganda tim penyelamat," papar Ksatria Wibawa Putra Murti.

“Kami juga menilai drone adalah teknologi yang bisa dikembangkan mandiri oleh Indonesia dengan biayanya lebih rendah daripada solusi lain,” tambah Owen.

Sementara, Arga menambahkan, "Drone Rajawali ini menang di dua kompetisi robot internasional, WRS dan WRG. Artinya solusi ini terbukti diakui oleh kalangan internasional dan Indonesia terbukti bisa mengembangkan secara mandiri."

“Kami berterima kasih kepada ACS karena mendukung kami selama proses lebih dari 6 bulan mengembangkan Rajawali,” ungkap Ksatria. “Guru-guru juga sangat membantu dalam dengan memberikan pelajaran tambahan atau ujian susulan saat kami harus absen sekolah,” tambah Owen.

Sementara itu, Academic Dean of ACS, Anthony Powell, mengatakan, “Kami bangga, anak-anak didik kami berhasil membawa nama Indonesia ke panggung internasional dan bisa memecahkan rekor. Adalah tujuan kami untuk mendidik anak-anak yang bisa membawa solusi nyata untuk masyarakat.”

Tim Bayu Sakti mengidentifikasi bahwa saat bencana alam terjadi, ada tiga tantangan yang dialami tim penyelamat (first aiders) yaitu risiko keselamatan, tertutupnya akses, dan personel penyelamat yang terbatas. Drone Rajawali didesain untuk mengatasi ketiga tantangan ini. 

Pertama, dengan AI-powered image-recognition, drone ini bisa mengidentifikasi retakan, label hazard, dan karat, serta dibekali tangan tambahan untuk mengoleksi material. 

Kedua, Rajawali memiliki kemampuan bergerak mandiri (autonomous) tanpa GPS karena dibekali LIDAR. Bahkan saat koneksi jaringan terputus, drone ini bisa tetap berfungsi. Drone Rajawali juga dapat memindai area yang dilaluinya dan menciptakan peta yang kemudian bisa jadi bekal tim penyelamat untuk mengidentifikasi jalur akses dan jalur evakuasi. 

Ketiga, Rajawali didesain dengan kontrol pengendali dan interface kendali yang mudah dioperasikan oleh tim penyelamat sehingga berperan sebagai efek pengganda. Satu tim penyelamat bisa mengcover area yang luas dengan bantuan drone ini.

“Kami sadar betul ini adalah tahap awal. Masih perlu pengembangan identifikasi risiko lain, pengembangan daya jelajah, dan kemampuan multi drone. Ini adalah langkah pertama yang kami berharap bisa terus kembangkan sendiri atau dengan bantuan pihak lain,” ujar Owen. Lalu Ksatria menambahkan, “Kami juga berharap ini bisa menginspirasi pemangku kebijakan untuk membawa solusi drone penanganan bencana (disaster relief drone) ke level berikutnya.”

Latest Update
Explore more fun