Tak Perlu Takut atau Malu! Ini Cara Baru Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
Kanker serviks (kanker leher rahim) adalah ancaman kesehatan serius bagi perempuan Indonesia. Data yang ada, menunjukkan jurang pemisah yang lebar antara kasus yang diperkirakan dan kasus yang berhasil dideteksi. Ini dikarenakan masih rendahnya deteksi dini dan tingginya angka kematian.
“Saat ini, diperkirakan ada sekitar 36.964 kasus baru kanker leher rahim di Indonesia dengan angka kematian mencapai 20.708. Namun, kasus yang tercatat di rumah sakit hanya berkisar 8.000 kasus. Ini sangat mengkhawatirkan. Wajar jika kasus yang terdeteksi sedikit, karena kemungkinan sisanya sudah meninggal dunia sebelum sempat terdiagnosis,” kata dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid (Direktur P2PTM Kemenkes RI) saat peluncuran white paper berjudul "From Pilot to National Scale: Strengthening Cervical Cancer Screening in Indonesia" Kamis (04/12/2025) di Jakarta.
Sedikitnya kasus yang terdeteksi diperparah dengan angka kesintasan (survival rate) kanker serviks di Indonesia yang masih sangat rendah, hanya berkisar antara 40%–55%. Ini jauh berbeda dengan beberapa jenis kanker lain yang memiliki tingkat kesembuhan (jika ditemukan stadium awal) yang jauh lebih tinggi dimana bisa mencapai hingga 90%.
Berdasarkan data dari Kemenkes RI, kanker menempati posisi sebagai salah satu penyumbang biaya kesehatan terbesar di Indonesia setelah penyakit jantung, stroke, dan ginjal.
Kanker serviks, dengan angka kasus yang tinggi, turut menyumbang biaya besar, utamanya karena mayoritas kasus ditemukan pada stadium lanjut.
Urgensi penanganan masalah ini semakin tinggi mengingat adanya prediksi yang menyeramkan.
Tanpa upaya serius, kasus kanker serviks diprediksi akan terus meningkat, bahkan bisa mencapai 80.000 kasus pada tahun 2050, jauh melampaui angka saat ini (sekitar 36.000).
Harapan Baru: Eliminasi Kanker Serviks 2030
Kanker serviks memiliki keunggulan unik dibandingkan penyakit tidak menular (PTM) lainnya: ia bisa dieliminasi atau dihilangkan.
Biasanya, program eliminasi hanya berlaku untuk penyakit menular (seperti TBC). Karena kanker serviks disebabkan oleh infeksi virus Human Papillomavirus (HPV) yang dapat dicegah dan dideteksi, target eliminasi ini menjadi realistis.
Pemerintah berkomitmen untuk mengatasi dua kanker utama yang paling berdampak pada perempuan: kanker payudara dan kanker leher rahim.
- Kanker Payudara: Deteksi dini dapat meningkatkan angka kesintasan (survival) hingga 90%–95% (stadium 1–2).
- Kanker Leher Rahim: Dengan vaksinasi dan skrining, kasusnya bisa dihilangkan, sehingga bukan lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
"Sebagai asosiasi profesional, kami berkomitmen untuk memperkuat kapasitas dan kolaborasi lintas sektor dalam pengembangan kebijakan kesehatan. Kami ingin berperan aktif dalam memberikan masukan strategis terkait sistem kesehatan nasional, terutama dalam upaya eliminasi kanker serviks," ujar dr. Hasbullah Thabrany, MPH., Dr.PH, Ketua Umum InaHEA/IEKI.
InaHEA bersama APAC Women’s Cancer Coalition telah menerbitkan sebuah white paper yang menggarisbawahi tiga pilar utama untuk memperkuat skrining kanker serviks nasional, yaitu:
- Penerapan metode self-sampling (pengambilan sampel mandiri).
- Penguatan model layanan hub and spoke (sentra dan jejaring).
- Kolaborasi pentahelix (pemerintah, akademisi, sektor swasta, masyarakat, dan media).
Tiga Target Kunci Eliminasi (Target WHO)
- 90% anak perempuan (dan laki-laki) divaksinasi HPV sebelum usia 15 tahun.
- 75% perempuan usia 30–69 tahun menjalani skrining dengan tes yang memiliki performa tinggi (misalnya HPV DNA).
- 90% perempuan dengan lesi prakanker atau kanker invasif mendapat pengobatan yang memadai.
Pergeseran Deteksi Dini: Dari IVA/Pap Smear ke HPV DNA
Untuk meningkatkan akurasi dan jangkauan, skrining bergeser dari metode konvensional (IVA atau Pap Smear) ke pemeriksaan HPV DNA.
Pemeriksaan HPV DNA kini menjadi standar skrining utama dan sudah termasuk dalam program Cek Kesehatan Gratis yang juga mencakup deteksi 5 jenis kanker lainnya (paru, payudara, kolorektal, dan fibrosis hati).
Deteksi dini bertujuan untuk menemukan kanker pada stadium awal (stadium 1–2), saat peluang kesembuhan masih tinggi (mencapai 80%–90%).
Skrining Pro-Testing (HPV DNA + IVA): Pemeriksaan HPV DNA dapat dilakukan bersamaan dengan tes IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat) untuk menghindari missed opportunity.
Jika hasil tes HPV DNA negatif, skrining dapat diulang dalam waktu yang lebih lama (3–5 tahun), tergantung tipe virus yang ditemukan. Namun, jika hasil positif, pemeriksaan lanjutan dan tindak lanjut harus segera dilakukan.
Tantangan Implementasi di Lapangan
Meskipun program eliminasi telah diluncurkan, sejumlah tantangan besar menghambat capaian target, terutama target skrining 75% perempuan:
1. Stigma dan Kesadaran Rendah
Pengetahuan dan Kesadaran: Banyak masyarakat yang masih memilih untuk tidak tahu daripada terdeteksi kanker (Denial). "Daripada ketahuan kanker mending tidak usah tahu."
Norma Budaya: Perempuan seringkali harus meminta izin suami atau keluarga untuk melakukan pemeriksaan kesehatan, sehingga tidak memiliki keputusan mandiri atas kesehatan dirinya sendiri.
2. Hambatan Prosedural dan Rasa Takut
Rasa Malu dan Takut: Skrining konvensional memerlukan perempuan untuk membuka celana di depan tenaga kesehatan, yang merupakan hambatan psikologis besar.
Self-Sampling: Meskipun metode pengambilan sampel mandiri (self-sampling) dapat mengatasi rasa malu (tidak perlu "ngangkang" di depan petugas), metode ini menghadapi tantangan edukasi, misalnya kebingungan saat mengambil sampel.
3. Keterbatasan Infrastruktur
Kapasitas Laboratorium: Saat ini, hanya 169 laboratorium yang dapat menjadi rujukan pemeriksaan HPV DNA di tingkat kabupaten/kota, padahal Indonesia memiliki 514 kabupaten/kota. Hal ini menyebabkan rujukan spesimen harus dilakukan hingga lintas provinsi.
Rekomendasi Penguatan Program
Untuk memastikan eliminasi kanker serviks tercapai pada 2030, beberapa langkah strategis perlu dilakukan:
- Memperkuat Koordinasi lintas kementerian/lembaga (Kemenkes, Bappenas, dll.) dan Pemerintah Daerah.
- Mendorong Integrasi Pembiayaan melalui JKN dan skema pendanaan eksternal lainnya.
- Perluasan Kampanye Edukatif Publik untuk mengatasi stigma dan meningkatkan partisipasi.
- Membangun Sistem Data Terintegrasi untuk memantau capaian dan kualitas program secara real-time.
Eliminasi kanker serviks adalah perjuangan untuk kesehatan dan martabat perempuan Indonesia. Dua senjata utamanya adalah vaksinasi untuk melindungi generasi mendatang dan skrining (HPV DNA) untuk menyelamatkan perempuan yang sudah terpapar.
Kesehatan ibu adalah tulang punggung keluarga, dan memastikan perempuan Indonesia sehat adalah tanggung jawab bersama.