

Di-bully Karena Kulit Gelap, Mahasiswi Psikologi Ini Balas Dendam dengan Omzet Ratusan Juta

Siapa sangka, rasa sakit karena perundungan (bullying) bisa diubah menjadi kekuatan pendorong kesuksesan dan misi mulia. Ya, misi pemberdayaan, pengembangan produk yang tulus, dan strategi pemasaran yang tepat sasaran, berakar dari pengalaman pribadi pendirinya yang kini menjadi DNA pertumbuhan bisnis.
Kisah bermula dari kegelisahan owner & founder Sheriz, Shelma Ayu Desearsa, di tengah pandemi. Mahasiswi psikologi semester tiga ini terdorong untuk menjadi wirausaha dan menyalurkan kecintaannya pada produk kecantikan, namun motivasi terbesarnya lebih dalam dari itu.
Shelma mengaku pernah di-bully karena dulu berkulit gelap. Luka ini menancap, membentuk kesadaran kritis akan standar kecantikan yang "halu" dan diskriminatif di masyarakat.
"Saya ingin mendorong perempuan Indonesia untuk mencintai diri mereka apa adanya. Standar kecantikan di industri ini terkadang terlalu halu, sehingga membuat banyak perempuan tidak bisa mengikuti dan menjadi tidak percaya diri. Saya pernah mengalami rasanya dihakimi karena warna kulit saya. Pengalaman itulah yang mendorong saya untuk membantu perempuan Indonesia merasa lebih cantik dengan tetap menjadi dirinya sendiri, tanpa harus menjadi orang lain," ungkap Shelma.
Berangkat dari niat mulia untuk melawan standar kecantikan yang menyakitkan, Shelma melakukan riset produk kecantikan secara mendalam. Ia meluncurkan produk body care pertamanya pada 1 Januari 2021 dan meraih sambutan luar biasa. Bukti bahwa pengalaman pahit bisa berbuah manis, ia mencatat omzet Rp200 juta hanya dalam dua bulan!
Shelma tidak hanya menjual produknya semata, namun juga memberikan advokasi atas nilai-nilai kecantikan sesungguhnya. Semua usahanya bermuara pada upaya pemberdayaan perempuan Indonesia, memastikan tidak ada lagi perempuan yang merasa tidak berharga seperti yang pernah ia alami.
"Saya percaya semua perempuan tetap harus berdaya. Saya ingin juga menyebarkan nilai dan semangat positif ke orang lain. Semangat ini harus saya sebarkan, agar trauma yang pernah saya rasakan, tidak perlu dialami oleh perempuan lain," tambah Shelma.