

Diprediksi di Masa Depan, Transplantasi Organ Tak Lagi Membutuhkan Donor

Transplantasi organ di masa depan diprediksi tidak lagi membutuhkan donor dari orang lain. Teknologi sel punca memungkinkan kita untuk "mencangkok" organ dari sel pasien itu sendiri.
Inilah salah satu terobosan besar yang dibahas dalam Seminar BRIN-ASPI 2025 yang diselenggarakan di Gedung BJ Habibie, Thamrin, Jakarta Pusat, pada Selasa-Rabu tanggal 5-6 Agustus 2025.
Seminar yang diselenggarakan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Asosiasi Sel Punca Indonesia (ASPI) ini menjadi wadah penting bagi para peneliti, akademisi, dan praktisi klinis untuk mendiskusikan perkembangan terkini dalam terapi sel punca.
Salah satu topik utama yang menjadi sorotan adalah pengembangan organoid dari induced pluripotent stem cell (iPSC).
Organoid: Solusi Transplantasi dan Pengujian Obat
Dalam seminar tersebut, disebutkan bahwa organoid merupakan model tiga dimensi dari organ yang dikembangkan dari sel punca. Dengan teknologi ini, sel dewasa bisa diprogram ulang (melalui epigenetic reprogramming) menjadi sel punca yang mirip dengan sel embrionik, yang disebut iPSC.
Teknologi iPSC memungkinkan para ilmuwan untuk mengambil sel dari jaringan tubuh dan mengembalikannya ke kondisi sel punca. Dari sel punca ini, mereka dapat menumbuhkan organoid yang menyerupai organ aslinya.

Keunggulan utama dari organoid adalah:
Transplantasi Tanpa Penolakan: Karena organoid dikembangkan dari sel pasien itu sendiri, risiko penolakan organ oleh sistem kekebalan tubuh menjadi sangat rendah. Andi Wijaya, Founder & Komisaris Utama Prodia dan ProStem yang menjadi pembicara dalam seminar ini, optimistis bahwa dalam 10 tahun ke depan, transplantasi organ akan menggunakan metode ini, bukan lagi dari donor.
Pengujian Obat yang Efektif: Organoid dapat digunakan untuk drug screening dan disease modeling. Alih-alih menguji obat pada hewan seperti tikus, para peneliti kini bisa menguji efek obat pada organoid. Hal ini memungkinkan studi yang lebih akurat tentang bagaimana suatu penyakit berkembang dan bagaimana sel merespons obat.
Studi Sel Lebih Mendalam: Organoid juga memberikan kesempatan untuk mempelajari perilaku sel secara lebih mendalam. Sel dalam organoid memiliki bentuk dan struktur yang mirip dengan aslinya, tidak seperti sel pada umumnya yang terlihat seragam di bawah mikroskop. Hal ini memudahkan para peneliti untuk membedakan dan mempelajari berbagai jenis sel, seperti sel neuron di otak.
Dikatakan Andi Wijaya, dari 40 jurnal yang ia jadikan langganan setiap bulannya, saat ini sudah ada sekitar 28 jurnal yang memuat publikasi tentang organoid, menunjukkan bahwa bidang ini berkembang pesat.
Peluang dan Harapan untuk Indonesia
Seminar BRIN-ASPI 2025 juga membahas berbagai tema lain yang relevan dengan inovasi sel punca, mulai dari terapi tanpa sel (cell-free therapy) hingga integrasi kesehatan digital dan kerangka regulasi yang dibutuhkan. Acara ini dihadiri oleh tokoh-tokoh penting seperti Menteri Kesehatan Ir. Budi Gunadi Sadikin, Kepala BRIN Prof. Dr. drh. NLP Indi Dharmayanti, dan Kepala BPOM Prof. dr. Taruna Ikrar, yang hadir sebagai keynote speaker.
Kehadiran para pemangku kepentingan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mendukung pengembangan riset dan inovasi di bidang sel punca. Seminar ini diharapkan dapat memperkuat sinergi antara akademisi, regulator, dan industri layanan kesehatan, serta mempercepat pemanfaatan terapi sel punca untuk penguatan industri kesehatan nasional.
Dengan momentum ini, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemain utama dalam riset dan pengembangan terapi sel punca di Asia. Harapannya, inovasi ini dapat memberikan solusi pengobatan yang lebih efektif dan membuka jalan menuju masa depan yang lebih sehat bagi masyarakat.