Ketakutan di Danau Pasang Surut

  • Cerita: Seruni
  • Ilustrasi: Agung Hari Parjoko
  • Translator: Listya Natalia Manopo
Jumat, 22 November 2024
DanauPasangSurut
DanauPasangSurut
A A A

Ban si ikan bandeng berenang dengan bersemangat hari ini. Dia gembira karena mulai hari ini sekolah libur. Ban sudah berjanji akan pergi bermain dengan teman-temannya Kiki si kepiting dan Le si ikan lele.

Di danau pasang surut, ada pohon bakau tua yang akarnya menjalar sampai ke dasar danau. Pohon bakau ini dijuluki bakau berkelit. Anak-anak ikan di danau pasang surut seperti Ban dan teman-temannya, suka berlomba berenang cepat di bakau berkelit. Karena Kiki tidak pandai berenang, dia menjadi pemandu sorak, dan teriakan Kiki adalah yang paling keras.   

Hari ini, Ban, Kiki, dan Le berjanji akan pergi ke bakau berkelit, dimana Ban dan Le akan lomba berenang cepat nantinya.

Sampai di lokasi pertemuan, Ban hanya bertemu dengan Le. “Lho, dimana Kiki?” tanya Ban pada Le. “Tentu saja dia takut,” jawab Le. “Takut apa?” tanya Ban bingung. “Jadi, kamu belum dengar, ya? Katanya, ada monster di bakau berkelit!” kata Le.

Ban tertawa tidak percaya. “Semua ikan di tempat tinggalku dan semua kepiting di tempat Kiki, berkata kalau itu benar!” ujar Le bersikeras. “Jadi, kita tidak jadi lomba berenang cepat?” tanya Ban kecewa. “Tentu saja tidak. Aku menunggumu di sini untuk mengatakan kalau kita tidak bisa lagi berlomba di bakau berkelit...untuk selamanya,” kata Le dengan mata berkaca-kaca.

Ban pulang kembali ke rumah dengan lesu. Rupanya, kabar tentang monster juga sudah mencapai lingkungan tempat dia tinggal. “Sudah banyak yang melihat lumpur di  bakau berkelit bergerak!” kata seekor ikan. “Gawat sekali...monster itu pasti menetap di sana...” kata ikan lain dengan wajah ketakutan.

Tapi, anehnya Ban tidak takut. Di sepanjang jalan pulang, dia bertemu dengan anak-anak ikan sebayanya. Mereka semua menangis sedih. Hal inilah yang lebih membuat Ban takut. Anak-anak ikan tidak pernah lagi berbahagia karena kehilangan bakau berkelit. “Apakah aku dan teman-temanku akan sedih selamanya?” ujar Ban dalam hati.

Keesokan harinya di kepala Ban muncul sebuah pikiran. Aku sendiri belum melihat ada apa sebenarnya di lumpur bakau berkelit. Bagaimana aku bisa tahu kalau memang ada monster di sana? “Le, Kiki, dan aku hanya mendengar kabar monster dari perkataan saja, bukan bukti nyata. Dengan kata lain, kabar yang tidak bisa dibuktikan benar atau tidaknya!” kata Ban. Maka Ban memutuskan untuk pergi ke bakau berkelit, demi kebahagiaan dia, Kiki, Le, dan anak-anak ikan lain.

Untuk pergi ke bakau berkelit dengan jalan pintas, Ban harus melewati pusat informasi danau pasang surut. Saat itu ada seekor ikan membagikan selebaran pada Ban. “Nak, tolong baca ini, ya, ini sangat penting!” kata si ikan petugas pusat informasi.

Ban membaca tulisan di selebaran itu dan terkejut. Kemudian dia tertawa terbahak-bahak. “Jadi, tidak ada monster di bakau berkelit!” seru Ban. “Monster apa?” tanya si petugas pusat informasi bingung.

Lalu Ban bercerita tentang ketakutan di danau pasang surut. “Masa, seekor ikan gelodok pendatang baru yang berdiam di lumpur, dikira monster? Apakah mereka membaca selebaran yang dibagikan petugas informasi?” keluh si ikan petugas informasi.

Ternyata, tidak ada yang membaca selebaran selain Ban. Selebaran yang dibagikan berakhir menjadi bola sepak, mainan perahu, bungkus makanan, atau disobek serta ditinggalkan begitu saja.

Rupanya, ikan dan kepiting penghuni danau pasang surut malas membaca. “Tidak ada monster di bakau berkelit, jadi kita bisa lomba berenang lagi di sana. Intinya, jangan malas membaca dan percaya begitu saja akan kabar yang belum dipastikan kebenarannya,” kata Ban. “Kau benar, Ban,” kata Le dan Kiki.

Ban, Kiki, dan Le lalu pergi ke bakau berkelit dan berkenalan dengan si ikan gelodok yang bernama Do. Ternyata, Do punya suara yang sama besarnya dengan Kiki. Sejak saat itu, ketika Ban dan Le berlomba berenang cepat, Do dan Kiki menjadi pemandu sorak yang kompak.