Ulangtahun Dila
- Cerita: Seruni
- Ilustrasi: Agung Hari Parjoko
- Translator: Listya Natalia Manopo
Sebentar lagi Dila teman Heni, berulangtahun, dan Heni sangat menantikan hari ulangtahun temannya itu. Bukan hanya Heni yang menantikan hari ulangtahun, kedua temannya yang lain, Helen dan Siska juga sangat menantikan hari ulangtahun Dila.
Aneh rasanya, lebih menantikan hari ulangtahun teman daripada hari ulangtahun diri mereka sendiri. Ada apa sebenarnya? Ini karena gim perlombaan seru.
Kakak Dila, Kak Heru, adalah ahli program yang pintar membuat permainan gim online. Karena tahu Dila, Heni, Helen, dan Siska sangat suka bermain gim, Kak Heru menciptakan gim khusus untuk Dila, sebagai hadiah ulangtahun. Dan gim ini adalah gim perlombaan yang seru, sehingga Dila dan teman-temannya bisa bermain bersama. “Kita rayakan ulangtahunku dengan gim!” kata Dila senang. “Asyiik!” seru Heni, Helen, dan Siska.
Seminggu lagi hari ulangtahun Dila. Heni, Helen, dan Siska sudah tidak sabar menanti gim yang akan dimainkan mereka. “Aduh, aku jadi susah konsentrasi belajar nih, karena penasaran,” keluh Heni. “Iya, aku juga,” tambah Helen.
Untung saja mereka sedang tidak menghadapi ujian. “Kalian ini benar-benar yaa. Yah, dimaafkan deh karena sebentar lagi kita libur,” kata Siska sambil terkekeh.
“Yeee Siska bisa saja, padahal kamu selalu melihat ke arah Dila belakangan ini. Jangan-jangan kamu menyamakan Dila sama gim, ya?” balas Heni dan Helen. Heni, Helen, dan Siska tertawa bersama. Mereka lalu menengok ke arah Dila, dan tertegun.
Dila tampak sedih. Dia memandang ke depan dengan tatapan kosong. Itu sama sekali bukan wajah anak yang akan berulangtahun. Heni, Helen, dan Siska saling memandang.
Heni menghampiri Dila dan menepuk bahunya. Dila terlonjak kaget. “Eh, Dila serius amat? Ada apa?” tanya Heni. “Eh..enggak apa-apa kok!” kata Dila. “Kamu enggak sakit kan?” tanya Siska. “Enggak,” jawab Dila sambil tersenyum lebar...yang menurut Heni agak dipaksakan.
“Kalau begitu pulang bareng yuk, mampir ke toko minuman yang di dekat rumah itu, yang baru,” ajak Helen. Dila, Heni, Helen, dan Siska tinggal di kompleks perumahan yang sama. “Eh..maaf aku harus pergi sama Kak Heru,” kata Dila. “Wah! Pasti ada hubungannya dengan gim, ya?!” seru Siska dan Helen. “Hehe..iya,” jawab Dila. Heni diam saja. Helen dan Siska tidak menyadarinya, tapi ada yang aneh dengan Dila. Seakan dia khawatir akan sesuatu.
Sepulang sekolah, Siska dan Helen pulang lebih dulu, karena Heni pergi ke toilet. Sehabis dari toilet, Heni berjalan menuju gerbang sekolah. Dalam perjalanan, Heni tidak sengaja mendengar percakapan antara Dila dan Kak Heru. Entah kenapa, Heni enggan menyapa mereka berdua. Heni menyembunyikan dirinya di balik tembok.
“Aku belum bilang sama teman-teman...takut mereka kecewa,” Dila berkata, suaranya seperti orang yang habis menangis. “Ya sudah, nanti kita cari jalan keluarnya,” kata Kak Heru. Heni terdiam. Apa yang terjadi sebetulnya?
Keesokan harinya pada jam istirahat siang, Dila tidak ada di kelas. Heni memutuskan untuk mencarinya. Ternyata, Dila sedang menangis sendirian di belakang gedung sekolah. Heni terkejut. “Dila.. kamu kenapa? Jujur saja tidak apa-apa kok...aku khawatir banget sama kamu. Sejak kemarin aku lihat kamu enggak seperti biasa,” kata Heni menghibur Dila.
Akhirnya, Dila menceritakan semuanya. Sebetulnya tepat pada hari Sabtu, hari ulangtahun Dila, akan ada pemadaman listrik karena gardu dekat rumah mereka akan di perbaiki. Kabar ini belum diketahui Heni dan yang lainnya karena Paman Dila bekerja di perusahaan listrik, jadi Dila tahu lebih dahulu.
“Jadi, kita enggak bisa main gim komputer sama sekali...kalian pasti kecewa dan marah padaku,” kata Dila sedih. “Dila, semua itu kan bukan salahmu, aku yakin Helen dan Siska juga setuju. Kami sebagai temanmu sedih kalau kau sedih, dan kami tidak mau jadi beban bagimu,” kata Heni.
“Itu betul, Dila,” sambung Helen dan Siska, yang rupanya mengikuti Heni diam-diam. “Dila, ulangtahunmu harus tetap dirayakan. Kita masih bisa ikut perlombaan seru tanpa listrik, gim tidak hanya di komputer atau ponsel pintar, lho,” kata Heni. “Eh, gim apa itu?” tanya Dila, Helen, dan Siska. Sebagai jawabannya, Heni menunjukkan foto permainan-permainan tradisional di ponsel pintarnya.
Hari Sabtu, walaupun listrik mati, tapi Dila, Heni, Helen, dan Siska tetap bisa merayakan ulangtahun Dila dengan seru. Mereka bermain lompat tali, engklek, karet, dan gobak sodor. Bahkan anak-anak sebaya mereka di kompleks perumahan juga ikut bermain. Dila sangat bahagia. “Kurasa ini lebih baik dari duduk saja dan bermain gim komputer...dengan bergerak badan kita jadi sehat juga!” kata Dila. Heni, Helen, dan Siska setuju.